Kamis, 25 Oktober 2012

Bacaan Doa Hari Arafah


Doa Hari Arafah disunnahkan untuk dibaca bukan hanya oleh jemaah haji, tetapi juga oleh seluruh kaum muslimin pada hari Arafah, hari semua jemaah haji berkumpul di Padang Arafah sebagai simbol Padang Mahsyar dihari penghisaban kelak. 

 Bacaan Doa Hari Arafah
Menurut Kantor Berita ABNA, berkenaan dengan datangnya Hari Arafah 9 Zulhijjah, redaksi menukilkan do'a Arafah berikut yang menurut riwayat tidak hanya disunnahkan untuk dibaca oleh jemaah haji, tetapi juga oleh seluruh kaum muslimin pada hari Arafah, hari semua jemaah haji berkumpul di Padang Arafah simbol Padang Mahsyar. Berikut nukilan doanya:
بسم الله الرحمن الرحيم             
اللهم صل على محمد وآل محمد
Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Sabtu, 20 Oktober 2012

Pengenalan Ahlulbait Nabi Saww


 Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Setiap muslim  yang mencintai Rasulullah Saww dan berjalan pada landasan risalahnya, pasti mengenal Ahlulbait,  sebutan yang benderang, nama yang tercinta dan keagungan yang abadi di angkasa sejarah dan ufuk Al-Quran. Itu bisa dilihat sejak wahyu Al-Quran menganugrahi Ahlulbait, dengan sebutan istimewa dan penamaan nyang penuh berkah itu di kalangan manausia.
Sebagaimana firman Allah SWT:

Senin, 15 Oktober 2012

Biografi Singkat Nabi saw


Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib saw, penutup para nabi dan penghulu para rasul dilahirkan pada tanggal tujuh belas bulan Rabiul Awwal, tahun gajah. Setelah kehilangan ayahnya, Muhammad kecil disusukan di Bani Sa`ad dan dikembalikan lagi pada ibunya saat ia berusia sekitar empat atau lima tahun. Ibunya meninggal dunia saat ia masih berusia enam tahun lalu kakeknya mengasuhnya dan ia tinggal bersamanya selama dua tahun.... 

Biografi Singkat Nabi saw Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib saw, penutup para nabi dan penghulu para rasul dilahirkan pada tanggal tujuh belas bulan Rabiul Awwal, tahun gajah. Setelah kehilangan ayahnya, Muhammad kecil disusukan di Bani Sa`ad dan dikembalikan lagi pada ibunya saat ia berusia sekitar empat atau lima tahun. Ibunya meninggal dunia saat ia masih berusia enam tahun lalu kakeknya mengasuhnya dan ia tinggal bersamanya selama dua tahun. Kemudian setelah menyerahkan urusan pengasuhan dan penjagaan Muhammad pada paman tersayangnya Abu Thalib, sang kakek pun meninggal dunia. Putra Abdullah ini tinggal bersama pamannya sampai masa pernikahnnya.

Jumat, 12 Oktober 2012

Zuhud dan Pengorbanan Sayidah Fathimah Az-Zahra as

engenai Ahlul Bait:

Dalam buku Hilyah al-Auliya disebutkan bahwa Sayidah Fathimah as bahkan tidak memiliki pakaian yang pantas di rumah ketika tamu datang. Oleh karenanya, Rasulullah Saw memberikan jubahnya kepada putrinya untuk menutupi dirinya. 

 Zuhud dan Pengorbanan Sayidah Fathimah Az-Zahra as
Dengan mencermati bahwa "cinta dunia adalah sumber segala dosa", pengalaman juga membuktikan bahwa segala bentuk kejahatan, kezaliman, kebohongan, pengkhianatan dilakukan akibat kecintaan akan harta, posisi dan syahwat. Dengan demikian, menjadi jelas juga bahwa sifat zuhud yang menjadi kebalikan dari sifat cinta dunia merupakan dasar ketakwaan, kesucian dan kebaikan. Tapi perlu dicamkan bahwa zuhud jangan dimaknai sebagai meninggalkan dunia dan mengasingkan diri dari masyarakat. Karena makna sejati zuhud adalah kebebasan dan tidak ditawan oleh cengkeraman dunia.

Imam Muhammad Al Baqir, Penyingkap Khazanah Ilmu


Mengenal Imam Ahlul Bait:

Riwayat Singkat Imam Al-Baqir as
Nama : Muhammad.
Gelar : Al-Baqir.
Panggilan : Abu Ja’far.
Ayah : Ali Zainal Abidin.
Ibu : Fatimah.
Kelahiran : Madinah, 1 Rajab 57 H.
Kesyahidan : 7 Dzulhijjah 114 H.
Makam : Pemakaman Baqi‘, Madinah.


Hari Lahir

Imam Muhammad Al Baqir, Penyingkap Khazanah IlmuImam Muhammad Al-Baqir as dilahirkan pada awal bulan Rajab tahun 57 Hijriah di Madinah Al-Munawwarah. Beliau adalah Imam kelima Ahlulbait as. Ayahnya adalah Imam Ali Zainal Abidin as, dan ibunya adalah seorang wanita dari keturunan Imam Hasan as yang bernama Fatimah.
Dengan demikian, Imam Muhammad Baqir as adalah imam pertama yang memiliki nasab keturunan Rasulullah saw dari pihak ayah dan ibu, sekaligus.
Imam Al-Baqir as mengalami hidup bersama kakeknya, Imam Husain as pada saat tragedi Karbala, yang ketika itu beliau masih berusia empat tahun.

Imam Al Hadi as, Teguh di Atas Kebenaran

Mengenal Imam Ahlul Bait as:

Riwayat Singkat Imam Ali Al-Hadi
Nama : Ali.
Gelar : Al-Hadi.
Panggilan : Abul Hasan.
Ayah : Imam Muhammad Al-Jawad.
Ibu : Samanah.
Kelahiran : Madinah, 212 H.
Kesyahidan : 254 H.
Makam : Samara, Irak.
 

 Imam Al Hadi as, Teguh di Atas KebenaranHari Lahir

Imam Ali Al-Hadi as dilahirkan pada 15 Dzulhijjah 212 Hijriah di Madinah Al-Munawwarah. Beliau adalah Imam kesepuluh dari silsilah imam Ahlulbait as.

Ayah beliau ialah Imam Muhammad Al-Jawad as, dan ibu beliau berasal dari Maroko bernama Samanah; seorang wanita yang mulia dan bertakwa.

Ketika sang ayah syahid akibat diracun, Imam Al-Hadi as baru berusia 8 tahun. Pada usia yang masih sangat dini itu pula beliau memegang amanat Imamah (kepemimpinan Ilahi atas umat manusia).

Orang-orang memanggil Imam as dengan berbagai julukan, antara lain Al-Murtadha, Al-Hadi, An-Naqi, Al-’Alim, Al-Faqih, Al-Mu’taman, At-Thayyib. Yang paling masyhur di antara semua julukan itu adalah Al-Hadi dan An-Naqi.

Akhlak Luhur Imam

Imam Ali Al-Hadi as senantiasa menjalani kehidupannya dengan zuhud dan ibadah kepada Allah SWT. Di dalam sebuah kamar yang hanya dihiasai oleh selembar tikar kecil, beliau menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya.

Beliau menyambut orang-orang begitu ramah, berbelas kasih kepada orang-orang fakir, dan membantu orang-orang yang membutuhkannya.
Suatu hari, Khalifah Al-Mutawakkil mengirimkan uang sebesar 1.000 Dinar kepada beliau. Beliau membagi-bagikan uang tersebut kepada fakir miskin.

Pada kesempatan lain, Al-Mutawakil jatuh sakit sehingga para dokter pribadi khalifah kebingungan bagaimana mengobatinya. Lalu, ibu Al-mutawakil mengutus menterinya ,Al-Fath bin Khaqan untuk menemui Imam Ali as. Beliau segera memberinya obat yang reaksinya sangat cepat sekali, sehingga para dokter khalifah itu tercengang melihatnya.

Atas kesembuhan putranya, ibu khalifah mengirimkan uang sebesar 1.000 Dinar sebagai hadiah kepada Imam as, dan beliau pun membagi-bagikan uang tersebut kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Kisah Batu Cincin

Yunus An-Naqasi masuk datang ke rumah Imam Ali Al-Hadi as. Dalam keadaan gemetar ketakutan, ia berkata kepada beliau, “Wahai tuanku, seseorang dari istana telah datang kepadaku dengan membawa sepotong batu Firuz yang sangat berharga sekali. Ia memintaku untuk mengukirnya. Namun, ketika aku sedang melakukannya, batu tersebut terbelah jadi dua, padahal besok siang aku harus mengembalikannya. Bila dia tahu akan hal itu, pasti dia akan marah padaku.”

Imam as menenangkannya dan berkata, “Jangan kuatir! Tidak akan ada keburukan yang akan menimpamu. Bahkan, dengan izin Allah SWT engkau akan mendapatkan kebaikan darinya.”

Pada hari berikutnya, ajudan Khalifah datang dan berkata, “Sungguh aku telah mengubah pandanganku. Kalau sekiranya kamu bisa memotongnya menjadi dua, aku akan menambah upahmu!”

Pengukir tersebut berpura-pura berpikir padahal hatinya sangat bergembira. Kemudian berkata, “Baiklah, akan aku coba pesananmu itu!”

Akhirnya, pengawal Khalifah berterima kasih pada pengukir tersebut. Dari sana, pengukir itu bergegas menemui Imam Ali as untuk menumpahkan rasa terima kasih kepadanya. Dalam keadaan itu, Imam as berkata kepadanya, “Sungguh aku telah berdoa kepada Allah, semoga Dia memperlihatkan kebaikan khalifah kepadamu dan melindungimu dari kejahatannya.”

Al-Mutawakkil

Setelah Khalifah Al-Mu’tashim meninggal, kedudukannya digantikan oleh khalifah Al-Watsiq yang masa pemerintahannya berlangsung selama 5 tahun 6 bulan. Setelah itu, pemerintahan jatuh ke tangan Al-Mutawakkil.

Pada masa pemerintahan Al-Mutawakkil, kerusakan dan kezaliman telah mewabah di mana-mana. Pengaruh orang-orang Turki dalam kekhalifahan sangat kuat dan luas sekali, sehingga mereka menjadi pengendali jalannya roda pemerintahan dan khalifah Al-Mutawakkil pun menjadi alat permainan mereka.

Saat itu, kebencian Al-Mutawakkil terhadap Ahlulbait Nabi as dan Syi’ahnya begitu besar. Ia memerintahkan agar membuat sungai di atas makam Imam Husain as dan melarang kaum muslimin untuk menziarahi makamnya. Bahkan, ia telah membunuh banyak peziarah, sampai digambarkan dalam sebuah syair:

Demi Allah, bila Bani Umayyah telah melakukan pembunuhan
terhadap putra dan putri Nabinya secara teraniaya,
kini keluarga saudara ayahnya (Bani Abbas) melakukan hal yang sama.
Maka esok lusa demi Allah ia akan menghancurkan kuburnya.
Mereka menyesal bila seandainya saja tidak ikut serta membunuhnya.

Tak segan lagi, Al-Mutawakkil melakukan pengawasan yang ketat terhadap Imam Ali Al-Hadi as di Madinah. Mata-mata khalifah senantiasa mengintai setiap langkah Imam as, lalu melaporkan padanya setiap gerak dan pembicaraanya.

Al-Mutawakkil merasa kuatir sekali setelah tahu kepribadian dan kedudukan Imam as di tengah-tengah masyarakat. Mereka begitu menghormati dan mencintainya, karena beliau berbuat baik kepada mereka dan menghabiskan sebagian besar waktunya di masjid.
Al-Mutawakkil mengirim Yahya bin Harsamah sebagai utusan khusus untuk menghadirkan Imam Ali as. Segera ia memasuki kota Madinah. Sementara itu, berita tentang rencana jahat Al-Mutawakkil telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, hingga orang-orang berkumpul di seputar tempat tinggal utusan khusus itu, sebagai bentuk kepedulian dan kekuatiran mereka atas apa yang akan terjadi pada diri Imam as.

Dalam pengkuannya, Yahya bin Harsamah mengatakan, “Aku sudah berupaya menenangkan mereka, dan bersumpah di hadapan mereka bahwa aku tidak diperintah untuk menyakitinya.”

Al-Mutawakkil senantiasa berpikir bagaimana cara menurunkan kedudukan tinggi Imam as di tengah masyarakat. Maka, sebagian penasehatnya mengusulkan untuk menebarkan berita-berita bohong yang dapat menjatuhkan kehormatan beliau, melalui saudaranya, Musa yang terkenal dengan perilakunya yang buruk.

Usulan tersebut disambut senang oleh Al-Mutawakkil. Segera ia memanggil Musa. Imam Ali as sendiri pernah memperingatkan saudaranya itu dengan ucapan, “Sesungguhnya khalifah menghadirkanmu untuk menghancurkan nama baikmu dan menyodorkan uang yang dapat menguasaimu. Maka, takutlah kepada Allah, wahai saudaraku dan jannganlah melakukan hal-hal yang diharamkan-Nya!”
Musa tidak mau menghiraukan nasehat Imam as. Ia bertekad bulat untuk melakukannya, dan ternyata Al-mutawakkil justru merendahkannya. Sejak saat itu pula Khalifah itu tidak menyambut Musa lagi.

Kalimat Hak di Hadapan Orang Zalim

Ibnu Sikkit adalah salah seorang ulama besar. Abul Abbas Al-Mubarrad pernah memberikan kesaksian, “Aku tidak pernah melihat buku karya tulis orang-orang Baghdad yang lebih baik dari buku Ibnu Sikkit tentang Logika.”

Al-Mutawakkil meminta kepada Ibnu Sikkit untuk mengajar kedua anaknya; Al-Mu’taz dan Al-Mu’ayyad.
Suatu hari, Al-Mutawakkil bertanya kepada Ibnu Sikkit, “Mana yang paling kau cintai, kedua anakku ini ataukah Hasan dan Husain?”
Ibnu Sikkit menjawab dengan penuh kebencian, “Demi Allah, sesungguhnya pembantu Imam Ali bin Abi Thalib lebih baik dari pada kamu dan kedua anakmu itu!”

Mendengar jawaban Ibnu Sikkit tersebut, Al-Mutawakkil terperanjat dan begitu berang. Segera ia memerintahkan algojo Turki untuk mencabut lidahnya sampai mati. Demikianlah, Ibnu Sikkit pun pergi ke hadapan Allah SWT dan menemui kesyahidan.
Rasulullah saw telah bersabda, “Penghulu para syahid adalah Hamzah dan seorang yang mengatakan kalimat hak di depan penguasa yang zalim.”

Politik Al-Mutawakkil

Al-Mutawakkil telah menghambur-hamburkan kekayaan umat Islam. Hidupnya dipenuhi dengan foya-foya, serbamewah, dan sombong. Umurnya ia habiskan untuk bermabuk-mabukan dan berpesta pora dengan menghamburkan milyaran uang.
Sementara itu, betapa banyak orang yang hidup dalam kesusahan dan kefakiran, apalagi golongan Alawi (keluarga dan pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as) yang senantiasa menjalani hidup mereka dalam kefakiran yang mencekam. Belum lagi hak-hak mereka dirampas, sampai hal-hal yang sangat tidak bernilai dalam kehidupan mereka.

Imam Ali Al-Hadi as bersama putranya dipanggil ke kota Samara. Kemudian mereka diturunkan di sebuah kemah yang di sana sudah berbaris pasukan Al-Mutawakkil. Itu dilakukan supaya beliau berada di bawah pengawalan tentara-tentara yang sangat bengis dan dungu terhadap kedudukan Ahlulbait as.

Rupanya, tentara Al-Mutawakkil itu terdiri atas orang-orang Turki yang telah berbuat kejam, dengan membentuk kondisi dan menciptakan pribadi-pribadi yang tidak lagi mengerti kecuali ketaatan kepada raja-raja dan penguasa.

Beberapa Kisah Menarik

• Seseorang di antara tentara itu mempunyai anak yang tertimpa penyakit batu ginjal, kemudian seorang dokter menasehati agar anaknya menjalani operasi.

Pada saat operasi sedang berjalan, tiba-tiba anak tersebut mati. Lalu orang-orang mencelanya, “Kau telah membunuh anakmu sendiri, maka engkau pun harus bertanggung jawab atas kematiannya.”

Kemudian ia mengadu kepada Imam Al-Hadi as. Beliau mengatakan, “Bagi kamu tidak ada tanggung jawab apapun atas apa yang kamu perbuat. Ia meninggal hanya karena pengaruh obat, dan ajal anak tersebut memang sampai di situ.”

• Suatu hari, seorang anak menyodorkan bunga kepada Imam Ali Al-Hadi as. Lalu Imam as mengambil bnunga itu seraya menciumnya dan meletakkan di atas kedua pelupuk matanya. Kemudian beliau memberikan kepada salah seorang sahabatnya sembari berkata, “Barang siapa mengambil bunga mawar atau selasih kemudian mencium dan meletakkannya di atas kedua pelupuk matanya, lalu membaca shalawat atas Muhammad dan keluarga sucinya, maka Allah akan menulis untuknya kebaikan sejumlah kerikil-kerikil di padang sahara, dan akan menghapuskan kejelekan-kejelekannya sebanyak itu pula.”

Yahya bin Hartsamah yang menyertai perjalanan Imam Ali as dari Madinah ke Samara mengatakan, “Kami berjalan sedang langit dalam keadaan cerah. Tiba-tiba Imam as meminta sahabat-sahabatnya untuk mempersiapkan sesuatu yang bisa melindungi mereka dari hujan.
Sebagian dari kami merasa heran. Malah sebagian yang lain tertawa meledek. selang beberapa saat, tiba-tiba langit mendung dan hujan pun turun begitu derasnya. Imam as menoleh kepadaku dan berkata, “Sungguh engkau telah mengingkari hal itu, lalu kau kira bahwa aku mengetahui alam gaib dan hal itu terjadi bukanlah sebagaimana yang kau kira. Akan tetapi, aku hidup di daerah pedalaman. Aku mengetahui angin yang mengiringi hujan dan angin telah berhembus. Aku mencium bau hujan itu, maka aku pun bersiap-siap.”

• Suatu hari, Al-Mutawakkil menderita sakit. Ia bernazar untuk menyedekahkan uang yang banyak tanpa menentukan berapa jumlahnya. Dan ketika ia hendak menunaikan nazarnya, para fuqaha (ahli hukum) berselisih pendapat tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan oleh Al-Mutawakkil. Mereka pun tidak mendapatkan suatu kesepakatan.

Sebagian mereka mengusulkan untuk menanyakan masalah kepada Imam as. Tatkala ditanya tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan, Imam as menjawab, “Banyak itu adalah delapan puluh.”

Meresa belum puas. Mereka meminta dalil dari Imam as. Beliau mengatakan, “Allah berfirman, ‘Allah telah menolong kalian dalam berbagai kesempatan. Maka, Kami hitung medan-medan peperangan dalam Islam’. Dan jumlahnya medan peperangan itu adalah delapan puluh.”

Penggeledahan Rumah

Meskipun Imam Ali Al-Hadi as dalam tahanan rumah yang ketat, beliau tidak luput dari berbagai fitnah dan tuduhan kosong. Salah seorang di antara mereka melaporkan kepada Al-Mutawakkil, bahwa Imam as mengumpulkan senjata dan uang untuk mengadakan pemberontakan. Maka, Al-Mutawakkil memerintahkan Sa’id, penjaganya untuk memeriksa rumah beliau pada waktu malam, dan mengecek tentang kebenaran berita tersebut.

Tatkala ia memeriksa rumah Imam, ia dapati Imam as dalam sebuah kamar dan tidak ada sesuatu apapun di dalamnya kecuali sehelai tikar. Di dalamnya beliau sedang melakukan shalat dengan khusyuk.

Ia telah memeriksa rumah Imam as dengan awas dan jeli. Akan tetapi, ia tidak menemukan suatu apa pun. Kemudian ia berkata pada Imam, “Maafkan aku tuanku. Aku hanya diperintahkan.”

Imam as menjawab dengan sedih, “Sesungguhnya orang-orang yang zalim kelak akan mengetahui akibat perbuatan mereka sendiri.”

Kandang Binatang Buas

Seorang perempuan mengaku, bahwa dirinya adalah Zainab putri Ali bin Abi Thalib as. Ia berkata, bahwa masa mudanya terus berganti setiap 50 tahun.

Segera Al-Mutawakkil mengirimkan utusan dan bertanya kepada Bani Thalib. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya Zainab as telah meninggal pada tanggal sekian dan telah dikuburkan. Akan tetapi, perempuan ini tetap saja bersikukuh pada pengakuannya.
Menteri Al-Mutawakkil yang bernama Al-Fath bin Khaqan jengkel melihat itu. Ia berkata, “Tidak ada yang bisa mengetahui tentang hal ini kecuali putra Imam Ridha as.”

Maka, Al-Mutawakkil mengutus utusan kepada Imam Ali Al-Hadi as dan menanyakan perihal perempuan tersebut padanya. Kemudian Imam as. menjawab, “Sesungguhnya terdapat tanda pada keturunan Ali as. Tanda itu adalah binatang buas tidak akan mengganggu dan menyakitinya. Maka, cobalah kumpulkan perempuan itu bersama binatang buas, dan bila dia tidak diterkam, maka dia benar.”

Tak tahan lagi, Al-Mutawakkil ingin sekali menguji kebenaran ucapan Imam as di atas. Beliau pun masuk ke dalam sangkar binatang buas dengan penuh keyakinan. Tiba-tiba binatang buas di dalamnya mengikuti beliau sambil mengebas-kebaskan ekor di telapak kaki beliau.
Saat itu Al-Mutawakkil memerintahkan untuk melemparkan wanita tersebut ke dalam sangkar itu. Tatkala binatang buas itu muncul, ia pun menjerit dan segera menarik balik pengakuannya.

Di Majelis Al-Mutawakkil

Di saat sedang mabuk, Al-Mutawakkil memerintahkan para pengawalnnya agar segera mendatangkan Imam Ali Al-Hadi as. Dengan cepat mereka bergegas menuju kediaman beliau. Sesampainya di sana, mereka memasuki rumah Imam as dengan keras dan menyeret beliau sampai di istana khilafah.

Ketika Imam as berdiri di hadapan Al-Mutawakkil, khalifah yang zalim itu mengambil kendi khamer dan meminumnya sampai mabuk, lalu ia mendekati Imam as dan menyodorkan segelas minuman haram tersebut kepada beliau.

Imam as menolak dan berkata, “Demi Allah, darah dagingku tidak bercampur sedikit pun dengan minuman ini.”
Hari Kesyahidan

Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan pada Allah SWT, Imam Ali Al-Hadi as menjalani kehidupan dunia yang fana ini. Cobaan demi cobaan telah beliau lewati dengan segenap ketabahan. Hingga akhirnya, pada tahun 254 Hijrih beliau menjumpai Tuhannya dalam keadaan syahid akibat racun yang merusak tubuhnya.

Ketika itu usia Imam as menginjak usia 42 tahun. Beliau dimakamkan di kota Samara yang kini ramai dikunjungi kaum msulimin dari berbagai belahan dunia.

Murid-Murid Imam Ali

Meskipun Imam as senantiasa hidup di bawah pengawasan yang begitu ketat, namun beliau memiliki murid-murid yang tetap setia kepadanya. Tidak mudah bagi mereka untuk dapat berjumpa dan bertatap muka dengan Imam as. Salah seorang dari mereka adalah Abdul ‘Azhim Al-Hasani.

Abdul ‘Azhim termasuk ulama besar dan seorang yang amat bertakwa. Dalam berbagai kesempatan, Imam Ali as seringkali memujinya. Ia senantiasa menunjukkan penentangannya terhadap penguasa. Kemudian ia bersembunyi di kota Rey dan meninggal di sana. Hingga sekarang ini, makam beliau masih selalu dipadati oleh para peziarah.

Murid beliau yang lain adalah Hasan bin Sa’id Al-Ahwazi. Ia juga termasuk sahabat Imam Ali Ar-Ridha as dan Imam Muhammad Al-Jawad as. Ia hidup di Kufah dan Ahwaz, kemudian pindah ke Qom dan meninggal dunia di sana. Hasan menyusun tiga puluh karya tulis di bidang Fiqih dan Akhlak. Di antara jajaran perawi, ia termasuk orang yang tsiqah (terdipercaya) dalam meriwatkan hadis-hadis.

Selain Abdul ‘Azhim dan Hasan, sahabat setia Imam Ali Al-Hadi as ialah Fadhl bin Syadzan An-Naisyaburi. Ia terkenal sebagai seorang ahli Fiqih besar dan ahli ilmu Kalam terkemuka.

Fadhl banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ali as. Bahkan, anaknya pun ikut menjadi salah seorang sahabat Imam Hasan Askari as. Imam Ali as sering memujinya. Ia menasehati orang-orang Khurasan untuk merujuk kepada Fadhl dalam berbagai masalah yang mereka hadapi.[]
Mutiara Hadis Imam Ali Al-Hadi

• “Barang siapa taat kepada Allah, maka ia tidak akan kuatir terhadap kekecewaan makhluk.”
• “Barang siapa tunduk pada hawa nafsunya, maka ia tidak akan selamat dari kejelekannya.”
• “Barang siapa rela tunduk terhadap hawa nafsunya, maka akan banyak orang-orang yang tidak suka padanya.”
• “Kemarahan itu terdapat pada orang-orang yang memiliki kehinaan.”
• “Pelaku kebaikan itu lebih baik daripada kebaikan itu sendiri. Sedang pelaku keburukan itu lebih buruk daripada keburukan itu sendiri.”
• “Cercaan itu lebih baik dari pada kedengkian.”
• Beliau berkata kepada Al-Mutawakkil, “Janganlah engkau menuntut janji kepada orang yang telah engkau khianati.”

Imam Jawad, Teladan Kedermawanan Sejati

Mengenal Imam Ahlul Bait as:

Hari-hari bulan Rajab, satu per satu terlewati. Bulan Rajab yang penuh berkah merupakan bulan mulia yang dianugrahkan Allah kepada hambanya. Bulan ini merupakan salah satu moment terbaik untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa. Bulan Rajab juga dihiasi dengan pelbagai peristiwa bersejarah penting yang erat kaitannya dengan Ahlul Bait Nabi as.

 

Imam Jawad, Teladan Kedermawanan Sejati Dengan mempelajari kembali sejarah Islam, peran konstruktif Ahlul Bait as dalam memperkaya pemikiran Islam tampak begitu jelas. Ahlul Bait merupakan khazanah ilmu dan makrifat ilahi. Mereka adalah pasangan tak terpisahkan Al-Quran. Merekalah penafsir hakiki Al-Quran yang menjaga Al-Quran dan sunnah nabi dari berbagai penyimpangan dan bid'ah. Tiap kali kesucian agama terancam, Ahlul Bait as merupakan pihak pertama yang senantiasa bangkit mematahkan ancaman yang ada.

Tanggal 10 Rajab, merupakan hari kelahiran salah seorang tokoh utama Ahlul Bait as. Pada tanggal ini 195 H, Imam Muhammad Taqi Al-Jawad lahir di kota Madinah.

Setelah bertahun-tahun menanti, Imam Ridho as akhirnya dianugrahi seorang putra saat beliau berusia 47 tahun. Beliau memberi nama putranya itu "Al-Jawad", yang berarti seorang yang sangat dermawan. Perjalanan hidup Imam Jawad as penuh dengan pasang-surut. Belum genap 5 tahun, ayah Imam Jawad as, Imam Ridho as dipaksa oleh Khalifah Abbasiyah, Ma'mun meninggalkan Madinah dan hijrah ke Khurasan.

Setelah Imam Ridho gugur syahid, tampuk keimamahan berada di pundak Imam Jawad yang saat itu masih anak-anak. Peristiwa itu mengingatkan kita pada pengangkatan Isa as sebagai nabi saat usianya masih anak-anak atau pun nabi Yahya as yang diangkat sebagai nabi saat ia masih remaja.

Peristiwa itu merupakan juga bukti kebesaran Allah swt. Dengan izin-Nya, Allah swt bisa mengaruniakan kesempurnaan dan kematangan akal pada sebagian hambanya meskipun dalam usia yang masih kecil. Ali bin Asbath menuturkan, "Suatu hari aku melihat Imam Jawad as. Dengan cermat, aku menatap sekujur tubuhnya, sehingga aku nanti bisa menceritakan sifat-sifat beliau kepada para pecintanya di Mesir. Dalam hatiku aku berpikir, bagaimana mungkin seorang yang masih berusia sangat muda, mampu menjawab soalan ilmiah dan agama yang paling sulit dan pelik serta menjadi jalan keluar pemikiran. Pada saat semacam itulah, Imam datang menghampiriku dan ia memahami apa yang terbersit di benakku saat itu. Beliau berkata: Wahai Ali bin Asbath, Tuhan membawa bukti atas keimamahan para aimmah. Sebagaimana ia membawa bukti atas kenabian para anbiya. Kemudian beliau membacakan ayat 12 surat Mariam yang mengungkapkan keberadaan hikmat dan nubuwah Nabi Yahya di masa anak-anaknya. Ia pun berkata, Mungkin saja Tuhan memberikan hikmah kepada seoarang anak. Sebagaimana tidak mustahil juga ia memberikannya pada seseorang yang berusia 40 tahun."

Keistimewaan ilmu yang dimiliki Imam Jawad juga membuat takjub para tokoh agama non-muslim. Ketika mereka menyaksikan secara langsung kehebatan ilmu dan hikmah Imam Jawad as, mereka pun mengakui bahwa keistimewaan yang dimiliki Imam Jawad as itu merupakan anugrah ilahi.

Imam Jawad as hidup dalam suasana politik yang sangat sulit. Ia hidup sejaman dengan dua khalifah Abbasiyah, Ma'mun dan Mu'tasim. Para pemimpin dinasti Abbasiyah begitu ketakutan dengan hubungan dekat umat yang begitu dekat dengan Imam Jawad as. Sebagaimana para tokoh Ahlul Bait lainnya, Imam Jawad as juga senantiasa menentang kezaliman dan tipu daya khalifah Abbasiyah. Ia bahkan berani mengungkapkan hakikat kebenaran dalam kondisi sesulit apapun. Terkait masalah para pemimpin yang zalim, Imam Jawad as berkata, "Para penzalim, penolong orang yang zalim, dan mereka yang rela menerima kezaliman, mereka semua sama-sama bersekutu dalam dosa yang sama".

Sambutan luas masyarakat terhadap Imam Jawad dan hubungan dekat beliau dengan para ilmuan dan ulama di masa itu, membuat Ma'mun menarapkan kebijakan politik yang sangat licik dan penuh tipu muslihat. Karena itu, Imam Jawad pun akhirnya diasingkan ke kota Baghdad, pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah di masa itu. Namun hal itu tak juga membuat kecintaan umat pada beliau makin surut. Tapi sebaliknya, pengaruh spiritual Imam Jawad makin tersebar luas ke pelbagai penjuru negeri-negeri muslim.

Imam Jawad as dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan. Bahkan sebelum seseorang mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya, beliau telah terlebih dahulu mengabulkan permintaan orang tersebut. Tak ada seorang pun yang merasa putus asa dan pulang dengan tangan kosong, jika mereka mendatangi Imam Jawad untuk meminta bantuan. Sebegitu dekatnya hubungan Imam Jawad as dengan masyarakat, sampai-sampai siapapun yang memiliki persoalan pribadi ataupun keluarga, mereka pun datang langsung kepada beliau menyampaikan persoalannya dan meminta arahan. Dalam kesaksiannya, Bakar bin Saleh menuturkan,

"Aku menulis sebuah surat kepada Imam Jawad as. Aku menceritakan padanya bahwa ayahku bukanlah seorang muslim. Ia juga seorang yang sangat keras dan otoriter. Sikapnya pada ku sebagai pengikut Ahlul Bait as juga sangat keras. Berdoalah untukku Imam dan apa yang mesti aku lakukan? Apakah aku harus bersikap lunak dengan ayahku ataukah aku harus meninggalkannya?"

Dalam jawaban suratnya, Imam menulis, "Aku mengerti maksud suratmu tentang ayahmu. Aku juga selalu berdoa untukmu. Ketahuilah bahwa bersikap lunak itu lebih baik. Dalam kesulitan juga ada kemudahan. Bersabarlah, karena akhir yang baik adalah milik orang-orang yang bertakwa. Insyaallah, Tuhan akan selalu meneguhkan langkahmu". Bakar bin Saleh menambahkan, "Setelah itu, berkat doa Imam Jawad as, Allah swt mengubah hati ayahku menjadi sangat penyayang. Sampai-sampai ia tak pernah menentang apa yang kulakukan".

Menjauh dari orang-orang yang tidak beriman dan menghindari kawan yang tidak baik selalu ditekankan berulang-ulang oleh Imam Jawad as, hingga beliau mengibaratkan hal itu seperti menghindar dari ketajaman pedang. Beliau berkata, "Jauhilah berteman dengan orang-orang yang buruk. Sungguh mereka itu laksana pedang yang tajam. Lahirnya tampak baik namun tindakannya bisa berakibat buruk". Dalam ucapannya yang lain, Imam Jawad melarang pengikutnya untuk duduk bersama dengan orang-orang yang jahat. Sebab hal itu bisa memunculkan prasangka buruk terhadap orang-orang yang baik. Beliau menuturkan, "Berkumpul bersama orang-orang yang jahat dan berprilaku buruk, bisa menimbulkan prasangka negatif terhadap orang-orang yang baik".

Dalam masa hayatnya sepanjang 25 tahun, Imam Jawad as selalu membaktikan umurnya untuk mengembangkan budaya dan pemikiran Islam sesuai dengan tuntutan zaman di masa itu. Karena itu, hingga kini karya-karya beliau masih bertahan hingga sekarang. Sekitar 100 ilmuwan dan perawi besar telah menulis beragam buku dan risalah yang bersumber dari hadis-hadis dan ucapan yang mereka nukil dari Imam Jawad.

Berikut hadis-hadis pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Jawad a.s. selama ia hidup.

1.Mukmin perlu kepada tiga hal

"Seorang mukmin perlu kepada taufik dari Allah, penasihat dari dalam dirinya dan menerima nasihat orang yang menasihatinya".

2.Kokohkan terlebih dahulu kemudian tampakkan!

"Mengeksposkan sesuatu sebelum diperkokoh tidak lain adalah kerusakan belaka".

3.Terputusnya nikmat akibat tidak bersyukur

"Tambahan nikmat dari Allah tidak terputus selama rasa bersyukur seorang hamba tidak terhenti".

4.Mengakhirkan taubat

"Mengakhirkan taubat adalah semacam menipu diri sendiri, selalu berjanji yang tidak pernah ditepati adalah semacam kebingungan (batin), mencari-cari alasan di hadapan Allah adalah kehancuran dan melakukan maksiat secara kontinyu adalah merasa aman dari makar-Nya. "Maka tidak akan merasa aman dari makar Allah kecuali kaum yang fasik".

5.Surat Imam Jawad a.s. kepada salah seorang sahabatnya

"Kami semua di dunia ini berada di bawah pimpinan orang lain. Akan tetapi, barang siapa yang sesuai dengan kehendak imamnya dan mengikuti agamanya, maka ia akan selalu bersamanya di mana pun ia berada. Dan akhirat adalah dunia keabadian".

6.Tanggung jawab mendengarkan

"Barang siapa yang mendengarkan kepada seorang pembicara (dan seraya mengikuti semua ucapannya) sesungguhnya ia telah menyembahnya. Jika pembicara tersebut berasal dari Allah, maka ia telah menyembah Allah, dan jika pembicara tersebut berbicara atas nama Iblis, maka ia telah menyembah Iblis tersebut".

7.Merelai sama dengan menerima

"Barang siapa yang menyaksikan sebuah perkara kemudian ia mengingkarinya, maka ia seperti orang yang tidak pernah melihatnya. Dan barang siapa tidak menyaksikan sebuah peristiwa lalu merelainya, maka ia seperti orang yang menyaksikannya".

8.Wasiat Imam Jawad a.s.

"Jiwa dan seluruh harta kita adalah anugerah Allah yang sangat berharga dan pinjaman dari-Nya yang telah dititipkan (kepada kita). Segala yang dianugerahkan kepada kita adalah pembawa kebahagiaan dan kesenangan, dan segala yang diambilnya (dari kita), pahalanya akan tersimpan. Barang siapa yang kemarahannya mengalahkan kesabarannya, maka pahalanya telah sirna. Dan kami berlindung kepada Allah dari hal itu".

9.Bersahabat dengan sahabat Allah

"Allah pernah mewahyukan kepada sebagian para nabi a.s.bahwa sikap zuhudmu terhadap dunia akan membahagiakanmu dan penghambaanmu terhadap diri-Ku karena Aku akan memuliakanmu. Akan tetapi, apakah engkau telah memusuhi musuh-Ku dan bersahabat dengan sahabat-Ku?'".

10.Sebuah nasihat

"Bertemanlah dengan kesabaran, peluklah kefakiran, tolaklah nafsu dan tentanglah segala keinginanmu. Dan ketahuilah bahwa engkau tidak akan lepas dari pandangan Allah. Oleh karena itu, periksalah keadaan dirimu".

11.Ulama yang terasingkan

"Ulama akan terasingkan karena banyaknya orang-orang bodoh (yang tidak mau memahami nilai mereka)".

12.Sumber ilmu Imam Ali a.s.

"Rasulullah SAWW mengajarkan seribu kalimat kepada Ali a.s. Dari setiap kalimat bercabang seribu kalimat (yang lain)".

13.Pesan Rasulullah SAWW kepada Fathimah a.s.

"Sesungguhnya Rasulullah SAWW pernah berpesan kepada Fathimah a.s. seraya bersabda: "Jika aku meninggal dunia, janganlah engkau mencakar-cakar wajahmu, janganlah engkau uraikan rambutmu, janganlah berkata 'celakalah aku' dan janganlah mengumpulkan para wanita untuk menjerit-jerit menangisiku. Ini adalah kebajikan (ma'ruf) yang Allah firmankan dalam ayat-Nya: "Dan mereka tidak menentangmu dalam kebajikan". (Al-Mumtahanah : 12)

14.Imam Mahdi a.s.

"Al-qa`im dari keluarga kami adalah Mahdi yang wajib untuk ditunggu ketika ia menjalani ghaibah dan ditaati ketika ia muncul. Ia adalah anakku yang ketiga (Imam Mahdi bin Imam Hasan Al-Askari bin Imam Ali Al-Hadi dan a.s.--pen.)".

15.Bertemu sahabat

"Bertemu dengan para sahabat dapat memperluas dan mematangkan akal meskipun hal itu berlangsung sebentar".

16.Hawa Nafsu

"Barang siapa yang menaati hawa nafsunya, maka ia telah memberikan harapan kepada musuhnya".

17.Penyembah hawa nafsu

"Penyembah hawa nafsu tidak akan aman dari ketergelinciran".

18.Orang-orang yang berpegang teguh kepada Allah

"Bagaimana mungkin binasa orang yang Allah adalah penanggungnya, dan bagaimana mungkin dapat menyelamatkan diri (baca : lari dari keadilan Ilahi) orang yang Allah adalah pencarinya. Barang siapa yang bertawakal kepada selain Allah, maka Ia akan menyerahkannya kepada orang tersebut".

19.Mengenal awal dan akhir kehidupan

"Barang siapa yang tidak mengetahui jalan masuk, maka ia tidak akan dapat menemukan tempat keluar".

20.Hasil usaha

"Berusahalah sekuat tenaga hingga kau mencapai tujuan. Jika tidak, engkau akan hidup dalam kesusahan".

21.Mensyukuri nikmat

"Nikmat yang tidak disyukuri bagaikan dosa yang tidak akan diampuni".

22.Toleransi terhadap masyarakat

"Orang yang enggan bertoleransi dengan masyarakat, kesedihan akan selalu menghantuinya".

23.Akibat tidak memiliki pengetahuan

"Orang yang mengerjakan sesuatu tanpa didasari oleh pengetahuan, kerusakan yang ditimbulkannya lebih banyak dari pada perbaikan yang diinginkannya".

24.Qadha` yang pasti

"Jika qadha` yang pasti tiba, maka kehidupan menjadi sempit".

25.Masa akan bercerita segalanya

"Masa akan menyingkap rahasia-rahasia yang (selama ini) tersembunyi darimu".

26.Mawas diri

"Mawas diri bergantung kepada kadar rasa takut (yang dimiliki oleh seseorang)".

27.Janganlah menjadi demikian!

"Jangan engkau (berpura-pura) menjadi wali Allah di hadapan khalayak dan menjadi musuhnya di belakang mereka".

28.Empat faktor penggerak

"Empat hal dapat membantu seseorang untuk beraktivitas: kesehatan, kekayaan, ilmu dan taufik".

29.Sama seperti orang zalim

"Orang yang melihat kezaliman (sedang berlangsung), orang yang menolongnya dan orang yang merestuinya adalah sama (dengan orang yang melaksanakan kezaliman tersebut".
30.Dosa-dosa penyebab kematian

"Kematian manusia yang disebabkan oleh dosa lebih banyak dibandingkan dengan kematiannya karena ajal, dan ia hidup karena kebajikan yang dilakukannya lebih banyak dibandingkan dengan hidupnya karena umur panjang".

31.Faktor-faktor penarik kasih sayang

"Tiga hal dapat menimbulkan kasih sayang: memahami orang lain, saling menolong ketika masa kesulitan dan menjalani kehidupan dengan hati yang bersih".

32.Percaya kepada Allah adalah tangga kesempurnaan

"Percaya kepada Allah adalah harga untuk harta yang mahal dan tangga menuju kesempurnaan".

33.Cepat menuju Allah

"Menuju Allah dengan hati lebih jitu dan tepat dari pada menuju kepada-Nya dengan perantara amalan".

34.Menghindari orang jahat

"Janganlah bersahabat dengan orang jahat, karena ia bagaikan pedang yang telah dikeluarkan dari sarungnya; enak dipandang, buruk akibatnya".

35.Faktor-faktor ridha Allah dan manusia

"Tiga hal dapat mengantarkan manusia kepada ridha Allah: banyaknya istighfar, keramah-tamahan dan banyak bersedekah. Tiga hal jika dimiliki oleh seseorang, ia tidak akan menyesal: tidak terburu-buru, bermusyawarah dan bertawakal kepada Allah ketika ia sudah mengambil keputusan". 

Imam Hasan, Putra Tercinta Rasul

Mengenal Imam Ahlul Bait as:

Nabi saw bersabda, "Hasan dan Husein as adalah dua putraku. Barang siapa yang mencintainya, maka ia mencintai aku pula".
 

 Imam Hasan, Putra Tercinta RasulBulan suci Ramadhan hadir dengan keharuman Ahlul Bait Nabi as. Pada paruh bulan penuh berkah ini, malaikat sang pembawa cahaya mengiringi kelahiran putra pertama pasangan surga, Imam Ali as dan Fatimah az-Zahra as. Hasan bin Ali terlahir ke dunia pada 15 Ramadhan 3 H di kota Madinah.

Imam Hasan senantiasa mendampingi Rasulullah Saw. Terkadang ia duduk di pangkuan Nabi, terkadang pula Rasul memikul cucu kesayangannya itu di pundaknya. Setiap kali wahyu turun, ia pun mendengar langsung dari bibir Rasulullah Saw dan menukilkannya untuk sang ibu, Sayidah Fatimah Zahra as. Saat Imam Ali as memasuki rumah, ia rasakan adanya perubahan, hingga kemudian ia mendengar kutipan ayat al-Quran yang baru. Imam Ali as pun bertanya kepada Fatimah as, "Dari mana engkau nukil ayat ini?". Putri Nabi as itu menjawab, "Putra kita, Hasan".

Imam Hasan as hanya beberapa tahun saja hidup sezaman dengan Rasulullah Saw. Ketika ia beranjak 7 tahun, datuk tercintanya, Nabi Muhammad Saw pergi memenuhi panggilan Ilahi. Setelah kepergian Rasulullah, ia mendampingi ayahnya, Imam Ali as selama 30 tahun. Setelah syahidnya Imam Ali as, Imam Hasan memegang tampuk imamah sepanjang 10 tahun.

Sejatinya, keistimewaan terbesar yang dimiliki Imam Hasan adalah kepribadian beliau yang begitu mirip dengan Rasulullah Saw. Meski ia adalah cucu Rasulullah saw, namun Nabi as selalu menyebut Imam Hasan sebagai putranya. Seluruh ulama dan sejarawan muslim juga meyakini hal itu. Mufasir sl-Quran, Jalaluddin Suyuti meyakini bahwa ayat 61 surat Ali Imran merupakan bukti yang menguatkan masalah tersebut. Dalam penggalan surat Ali Imran yang juga dikenal sebagai ayat mubahalah itu dinyatakan, "Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan isteri-isteri kamu, diri Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."

Para ulama sepakat, pada peristiwa Mubahalah, Imam Hasan dan Imam Husein as bersama Imam Ali dan Sayidah Zahra mendampingi Rasulullah Saw. Dengan demikian sesuai dengan ayat tadi, ungkapan ‘anak-anak kami' yang dimaksud tak lain adalah Imam Hasan as dan Imam Husein as. Di samping itu, hadis-hadis Rasulullah Saw merupakan juga bukti lain akan hal ini. Ia senantiasa menyebut kedua cucu kesayangannya itu sebagai putranya. Nabi saw bersabda, "Hasan dan Husein as adalah dua putraku. Barang siapa yang mencintainya, maka ia mencintai aku pula".

Suatu hari seorang lelaki menemui Imam Hasan as dan berkata, "Wahai Putra Ali as, Demi Tuhan yang memberimu nikmat begitu melimpah, bantulah kami dalam menghadapi musuh zalim yang menyerangku. Musuh yang tak menghargai orang-orang tua dan tak juga mengasihi anak-anak kecil". Imam Hasan lantas berkata, "Siapakah musuhmu itu?". Lelaki itu menjawab, "Musuhku adalah kemiskinan dan rasa gundah kelana". Sejenak Imam as menundukkan kepala. Kemudian kepada pelayannya, beliau berkata, "Ambillah, harta yang ada didekatmu." Si pelayan pun menyerahkan 5 ribu dirham, lantas Imam Hasan memberikan seluruh uang itu pada lelaki tadi.

Selama masa hidupnya, Imam Hasan as selalu dikenal sebagai seorang yang dermawan, penenang setiap kalbu yang didera kesusahan, dan pengayom kaum fakir-miskin. Tak ada seorang miskin pun yang datang mengadu kepadanya lantas kembali dengan tangan kosong. Terkadang, jauh sebelum si miskin mengadukan kesulitan hidupnya, Imam telah terlebih dahulu membantu mengatasinya dan tak membiarkannya harus merasa hina lantaran meminta bantuan. Imam Hasan as berkata, "Memberi sebelum diminta adalah kebesaran jiwa yang teragung".

Imam Hasan adalah pribadi yang sangat agung, penyabar, sangat berwibawa dan teguh. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang sangat pemberani. Ketinggian ilmu dan hikmah beliau membuat kagum siapapun serta sangat bijak dalam memutuskan satu perkara.

Imam Hasan as adalah mitra musyawarah dan juga penolong setia ayahnya, Imam Ali as. Ia sangat aktif dalam menjalankan kepemimpinan umat. Di masa kekhalifahan Imam Ali as, setiap kali Amirul Mukminin sedang tidak berada di kota Kufah dan tidak bisa menjadi imam shalat Jumat, maka Imam Hasan as yang menggantikan posisi beliau. Selain itu, putra pertama Fatimah as itu juga menjadi penanggung jawab tanah dan harta yang ditetapkan sebagai wakaf oleh Rasulullah saw, Imam Ali as dan Sayidah Zahra as. Beliau memanfaatkan hasil dari tanah dan harta yang dikelolanya itu untuk membantu para fakir-miskin dan mereka yang memerlukan.
Keluasan pemikiran, ilmu, dan jiwa Imam Hasan as merupakan faktor penting dalam membimbing dan memimpin umat. Di masa imamahnya, Imam Hasan as berhadapan dengan masyarakat yang didera kebodohan dan kesesatan, sekelompok manusia yang hanya memikirkan kepentingan pribadi. Sedemikian lunturnya iman dan keyakinan mereka, sampai-sampai mereka biarkan Imam Hasan sendirian dalam berjuang mempertahankan ajaran suci Rasulullah Saw. Imam Hasan as bahkan terpaksa menjalin hubungan damai dengan pemerintahan Muawiyah lantaran umat Islam di saat itu tak lagi siap untuk berperang menentang kezaliman. Ia bahkan berusaha mencantumkan sejumlah persyaratan dalam surat perjanjian damainya itu, supaya jangan sampai terjadi pertumpahan darah di antara sesama kaum muslimin. Setelah itu, Imam Hasan as melakukan strategi dakwah kultural. Beliau menyebarkan ajaran Islam yang hakiki kepada umat dalam pelbagai ranah kajian budaya, politik hingga pemikiran dan mengantarkan umat pada sumber ilmu dan makrifat.

Suatu ketika, Imam Hasan as ditanya, "Di manakah letak keagungan dan kebesaran?" Beliau menjawab, "Memberi di saat dikuasai amarah dan memaafkan kesalahan".

Saat terjadi perang Jamal, Nahrawan, dan Sifin, Imam Hasan as selalu mendampingi Imam Ali as dan memainkan peranan penting dalam membela Islam. Suatu kali, Imam Ali as meminta putra pertamanya itu untuk mendampinginya mengadili suatu perkara. Saat Amirul Mukminin as menyaksikan kebijaksanaan Imam Hasan dalam mengadili suatu perkara, beliau pun memujinya dan berkata, "Wahai umat manusia sekalian, putraku Hasan mengetahui apa yang diajarkan Tuhan kepada Sulaiman bin Dawud".

Syahdan, suatu ketika orang-orang melihat seorang lelaki tengah memegang pisau yang berlumuran darah di sisi sesosok tubuh yang tak bernyawa lagi. Mereka pun akhirnya membawa orang tersebut ke Imam Ali as dan menudingnya sebagai pembunuh. Imam pun bertanya kepada lelaki itu, "Apakah ada hal yang ingin kamu ceritakan?" Lelaki itu menjawab, "Aku terima tuduhan ini". Namun, tiba-tiba datang seorang lelaki lain dengan tergesa-gesa dan berkata, "Lepaskan dia! Ia tak membunuh seorang pun. Akulah pembunuhnya". Kepada lekaki yang dicekal sebelumnya, Imam bertanya kembali, "Mengapa kamu terima tudingan itu?" Dia menjawab, "Aku berada dalam posisi yang tak mungkin bagiku untuk mengelak. Sebab banyak orang yang melihatku berdiri di sisi jasad sementara pisau penuh darah berada digenggamanku. Namun sebenarnya, aku tengah menyembelih seekor kambing dan saat itu pisau penuh darah itu masih dalam gengamanku. Lantas dengan kagetnya, aku melihat lelaki berlumuran darah itu terseok-seok. Di saat itulah, orang-orang melihatku dan menangkapku dengan tudingan sebagai pembunuh".

Imam Ali as lantas membawa kedua lelaki itu kepada Imam Hasan as untuk diputuskan perkaranya. Setelah mendengar keterangan mereka, Imam Hasan as memaafkan si pembunuh lantaran dengan kejujurannya telah menyelamatkan lelaki lain yang dituding sebagai pembunuh. Beliau memutuskan hal itu sesuai dengan al-Quran, ayat 32 surat al-Maidah, "...Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya."

Imam Shadiq, Ufuk Kecemerlangan


Mengenal Imam Ahlul Bait as:

Imam Shadiq menegaskan peran Ahlul Bait Rasulullah dalam pemahaman dan penafsiran al-Quran. Beliau juga menyerukan umat Islam untuk menyelami lautan penegetahuan yang terkandung dalam al-Quran. Imam menjelaskan makna dan tafsir yang jelas mengenai imamah dan mengajak manusia untuk mengenal imam zamannya.

 

 
Imam Shadiq, Ufuk KecemerlanganImam Jakfar Shadiq as dilahirkan pada hari Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H di kota Madinah, dan beliau syahid pada 25 Syawal 148 H. Ayah Imam Shadiq adalah Imam Muhammad al-Baqir as. Lembaran sejarah kehidupan beliau merupakan periode yang dipenuhi berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Perebutan kekuasaan antara Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiah memicu beragam problematika sosial dan politik di tengah masyarakat.
Di luar gejolak politik yang panas, ketika itu berbagai pemikiran merasuki masyarakat Islam. Umat Islampun menyambut berbagai gelombang pemikiran dan budaya asing yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Bersamaan dengan berkembangannya pengajaran berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti kedokteran, astronomi, fisika, matematika dan disiplin ilmu lainnya, umat Islampun menyerap berbagai ideologi pemikiran dari luar, termasuk yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam situasi dan kondisi demikian, Imam Shadiq tampil meluruskan keyakinan umat Islam yang telah menyimpang melalui berbagai kajian ilmiah seperti diskusi dan debat ilmiah. Beliau menunjukkan kelebihan Islam dibandingkan berbagai aliran pemikiran dengan argumentasi dan logika yang kokoh.
Ketidaklayakan para khalifah Bani Abbasiah dan rendahnya komitmen mereka terhadap Islam, serta ketidakpeduliannya terhadap kepentingan rakyat, menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat Islam. Saat itu, pemikiran ateisme tersebar luas di tengah masyarakat, sementara para mubaligh pun kebanyakan hanya menjadi juru bicara pemerintah. Khalifah Bani Abbasiah yang tidak berbeda dengan bani Umayah, hanya memanfaatkan agama untuk mencapai tujuannya. Dengan gerakan yang jelas dan terarah, Imam Shadiq as memurnikan keyakinan dan pemikiran Islam dari penyimpangan yang berkembang di masyarakat kala itu. Beliau menjawab berbagai keraguan masyarakat tentang agama dan menjelaskan pokok-pokok penting pengetahuan agama dan ilmu-ilmu al-Quran dengan metode ilmiah.
Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam menulis 31 buku. Jabir bin Hayan menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".
Imam Shadiq memainkan peran penting dalam gerakan pemikiran dan budaya al-Quran. Beliau juga mengajarkan dengan baik kedudukan Ahlul Bait Rasulullah sebagai imam umat Islam. Imam mengajak manusia untuk merenungi ayat al-Quran. Terkait hal ini, Imam Shadiq berkata, "Quran merupakan cahaya petunjuk seperti pelita di malam hari. Maka orang-orang yang berpikir harus mengkajinya dengan teliti."
Ketika al-Quran berada di tangannya, Imam Shadiq dalam sebuah munajat dan doa memohon kepada Allah swt, "Ya Allah aku bersaksi bahwa al-Quran adalah dari-Mu yang turun kepada Rasulullah. Al-Quran adalah kalam-Mu yang disampaikan Rasulullah. Ya Allah, jadikanlah memandang Quran sebagai ibadah, dan terimalah bacaanku dan tafakurku. Engkau Maha Rahman dan Rahim." (Bihar al-Anwar jilid 82 hal, 207)
Imam menggunakan lisan dan tulisan dalam perlawanan menghadapi penguasa lalim. Sejarah membuktikan, jika beliau memiliki pasukan yang kuat dan pemberani, tentu saja manusia mulia itu akan mengangkat senjata menghancurkan rezim lalim di zamannya.
Setiap kali ada kesempatan, Imam Shadiq as selalu melakukan perlawanan terhadap pemimpin zalim dengan senjata ilmu dan penanya. Imam berkata, "Barang siapa yang memuji pemimpin zalim dan tunduk di hadapannya agar mendapatkan keuntungan dari pemimpin tersebut, maka ia akan berada dalam kobaran api neraka bersama pemimpin zalim itu". Di luar itu, Imam Shadiq melihat lemahnya pemikiran dan budaya umat Islam sebagai prioritas perjuangannya. Untuk itulah beliau memfokuskan dakwahnya untuk memperkuat keyakinan keagamaan umat Islam.
Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengungkapkan kalimat indah tentang keagungan Imam Shadiq as. Abu Hanifah sendiri merupakan cendekiawan yang terkenal di masa itu. Suatu hari Khalifah Mansur yang begitu dengki dengan keagungan Imam Shadiq as mengusulkan kepada Abu Hanifah untuk menggelar ajang debat dengan Imam Shadiq. Khalifah meminta Abu Hanifah merancang pertanyaan yang sulit sehingga dengan cara itu pamor Imam Shadiq as diharapkan akan turun ketika tak bisa menjawabnya.
Abu Hanifah mengatakan, "Aku telah siapkan 40 pertanyaan yang sulit kemudian aku menemui Mansur. Saat itu Imam Shadiq as juga berada dalam pertemuan tersebut. Ketika melihatnya aku begitu terpesona hingga aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di waktu itu. 40 masalah aku tanyakan kepada Jakfar bin Muhammad. Beliau menjelaskan masalah tersebut tidak hanya dari pandangannya sendiri namun ia mengungkapkan pandangan berbagai mazhab. Di sebagian masalah ada yang sepakat dengan kami dan sebagian bertentangan. Terkadang beliau menjelaskan pula pandangan yang ketiga. Ia menjawab 40 soal yang aku tanyakan dengan baik dan terlihat sangat menguasainya hingga aku sendiri terpesona oleh jawabannya. Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Jakfar bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka".
Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau gugur syahid pada 25 Syawal 148 H.
Di akhir acara ini, kita mengambil berkah dari petuah mulia Imam Shadiq. Beliau berkata,"Muslim yang mengenal kami (Ahlul Bait) adalah orang yang ilmunya bertambah setiap hari, dan selalu melakukan introspeksi dirinya. Ketika melihat kebaikan, ia selalu meningkatnya. Namun ketika melihat dosa ia memohon ampunan supaya terjaga di hari kiamat."