Hadis Tsaqalain
Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian
tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga). yaitu: Kitabullah
(al-Quran) dan keturunanku Ahlulbaitku, selama kalian berpegang teguh
kepada keduanya nisacaya kalian tidak akan sesat selamanya.”
Hadis di atas sangat terkenal sehingga tidak perlu lagi disebutkan
sumbernya karena ia diriwayatkan oleh dua golongan, Ahlus Sunnah dan
Syi’ah, dan keduanya pun mengakui kesahihan hadis tersebut. Hadis ini
dikenal oleh kalangan khusus dan umum, bahkan dihafal oleh anak kecil,
orang besar, alim, dan orang bodoh sekali pun.
Akan tetapi, para perawi berselisih dalam redaksi hadis yang mulia
ini, namun perselisihan ini tidak mengubah makna dan substansi hadis
tersebut.
Perbedaan ini membuktikan bahwa Rasulullah Saw mengucapkan sabdanya
tersebut dalam beberapa tempat dan kesempatan, sebagaimana banyaknya
perawi hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau mengucapkan sabdanya
tersebut dalam beberapa tempat yang berbeda.
Di antaranya, ketika Nabi Saw melaksanakan Haji Wada’ pada hari
Arafah di hadapan kumpulan orang banyak; dan juga pada hari Ghadir Khum
dalam khutbahnya yang terkenal itu; dan di antaranya pula, ketika ia
sakit menjelang kewafatannya, yaitu ketika ia berwasiat bagi umatnya.[1]
Tulisan kali ini hanya akan menunjukkan adanya suatu riwayat dimana Sang Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah Khalifah bagi Umat Islam. Bagaimana sikap orang terhadap riwayat ini maka itu jelas bukan urusan penulis
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian
dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang
antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak
akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182,
Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa
hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam
Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid
jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga
disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan
beliau menyatakan hadis tersebut Shahih.)
Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus
menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya
dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat beralasan
Kami akan menyebutkan kepadamu wahai pembaca yang budiman, sebagian
Imam Ahlus Sunnah yang meriwayatkan hadis tsaqalain tersebut di dalam
kitab-kitab sahih mereka, sunan, musnad, tafsir, sejarah, dan lainnya,
dengan sanad dan jalur yang beragam agar menambah kejelasan dan
ketenangan.
Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Sa’id
al-Khudri dari Nabi Saw, ia bersabda, “Sesungguhnya telah dekat bagiku
untuk dipanggil (Tuhanku), aku pun akan memenuhi panggilan itu. Dan
sesungguhnya aku tinggalkan tsaqalain (dua peninggalan yang sangat
berharga) kepada kalian, yaitu: Kitabullah ‘Azza wa Jalla dan
keturunanku. Kitabullah adalah tali (Allah) yang terbentang dari langit
ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
telah memberi tahuku bahwa keduanya tidak akan berpisah sehingga
keduanya berjumpa denganku di Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah
kalian dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. “[2]
Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan dalam sumber yang sama, halaman
26, dari Abu Sa’id al-Khudri hadis yang lain. Demikian juga pada halaman
59, dari Abu Sa’id al-Khudri hadis yang lain.
Ia juga meriwayatkan pada juz keempat, halaman 367, dari Zaid bin Arqam hadis yang lain.
Disebutkan dalam Shahîh Muslim bahwa Nabi Saw bersabda, “Dan aku
tinggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang berharga),
salah satunya adalah Kitabullah (al-Qur’an) yang dalamnya mengandung
petunjuk dan cahaya. Ambillah kitabullah itu dan berpegang teguhlah
kepadanya,” ia menganjurkan dengan dorongan yang kuat agar umatnya
berpegang teguh kepada Kitabullah. Kemudian ia bersabda, “Dan
Ahlulbaitku, aku mengingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlulbaitku,
aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlulbaitku.”[3]
Imam Muslim juga menyebutkan hadis yang lain (berkenaan dengan
perintah berpegang teguh pada al-Quran dan Ahlulbait) dalam
Shahîh-nya,jil. 7, halaman 122.
Al-Muttaqi al-Hindi meriwayatkan dalam Kanzul ‘Ummal[4] hadis yang redaksinya hampir sarna dengan yang diriwayatkan oleh Muslim sebelum ini.
golongan Syi’ah pecah dalam beberapa golongan yang terbesar adalah Syi’ah dua belas karena memiliki dua belas imam nyata.
Perhatikan
gambar silsilah 12 Imam Syiah, kalau imam-imam ke-1 s.d. ke-11
mempunyai tahun wafat sedangkan imam ke-12 yaitu Muhamad Al-Mahdi
Al-Muntazar hanya memiliki tahun lahir saja karena menurut kepercayaan
syiah, imam ke-12 hilang secara gaib pada umur 5 tahun (untuk
menghindari dari kejaran penguasa pada waktu itu) dan akan muncul
kembali sebagai Imam Mahdi.
Imamiah merupakan kelompok mayoritas dalam Syi’ah, disebut juga Itsna Asyariah, berikut ini merupakan daftar Imam yang merupakan pengganti Nabi Muhammad dalam hal kepemimpinan umat (bukan sebagai Nabi, karena Imamiah berpendapat Nabi terakhir adalah Muhammad). Setiap Imam merupakan anak dari Imam sebelumnya kecuali Husain bin Ali, yang merupakan saudara dari Hasan bin Ali.
- Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
- Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
- Ja’far bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq
- Musa bin Jafar (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
- Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
- Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawadatau Muhammad at-Taqi
- Ali bin Muhamad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
- Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
- Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi
Di
dalam Shahîh at-Tirmidzi diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah
AI-Anshari yang berkata, “Aku melihat Rasulullah Saw. di dalam Haji
Wada’ (Haji Perpisahan) di atas untanya ‘AI-Qushwa’ (nama unta
Rasulullah Saw.)’, beliau berkhutbah. Aku mendengar beliau bersabda,
“Ayyuhannas, sesungguhnya aku telah tinggalkan kepada kalian, yang
apabila kalian berpegang teguh dengannya, kalian tidak akan tersesat,
yaitu: Kitabullah (Al-Quran) dan keturunanku Ahlulbaitku.”[5]
At-Tirmidzi juga menyebutkan di dalam Shahîh-nya dari Zaid bin Arqam
bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada
kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian
tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satunya lebih agung daripada
yang lainnya, yaitu: Kitabullah (al-Quran), ia adalah tali yang
terbentang dari langit ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Keduanya
(al-Quran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa
denganku di telaga Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah bagaimana
kalian memperlakukan keduanya sepeninggalku.”
At- Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadis tersebut, “Hadis ini adalah hadis hasan.”
Ath-Thabari meriwayatkan hadis ini di dalam Dzakhâ’irul ‘Uqbâ,
halaman 16. AI-Hakim meriwayatkannya dalam al-Mustadrak dari Zaid bin
Arqam bahwa Nabi Saw bersabda pada Haji Wada’, “Sesungguhnya aku telah
tinggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat
berharga), yang salah satu dari keduanya lebih besar daripada yang lain:
Kitabullah (al-Quran) dan keturunanku. Oleh karena itu, perhatikanlah
kalian dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. Sebab, sesungguhnya
keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di
Haudh.”[6]
Al-Hakim juga meriwayatkan hadis ini dalam al-Mustadrak, halaman 148
dan 532, dan setelah menyebutkan hadis tersebut, ia berkata, “Hadis ini
sahih sesuai syarat (yang ditetapkan oleh) al-Bukhari dan Muslim.”
Adz-Dzahabi juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Talkhîsh
al-Mustadrak. AI-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan hadis tsaqalain ini
dalam Yanâbi’ul Mawaddah.
Dan ia juga meriwayatkan, halaman 36, dari Imam ‘Ali ar-Ridha As
sesungguhnya ia berkata tentang al-’itrah (keturunan Rasulullah Saw.)
ini, “Dan mereka inilah yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw,
“Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan
yang sangat berharga), yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan Itrah
(Ahlulbaitku). Ketahuilah! Sesungguhnya keduanya (al-Quran dan
Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga keduanya berjumpa
denganku di Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah dalam memperlakukan
keduanya sepeninggalku.
At-Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadis tersebut, “Hadis ini adalah hadis hasan.”
Ath-Thabari meriwayatkan hadis ini dalam Dzakhâ’irul ‘Uqbâ, halaman
16. Al-Hakim meriwayatkannya dalam al-Mustadrak dari Zaid bin Arqam
bahwa Nabi Saw bersabda pada Haji Wada “Sesungguhnya aku telah
meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat
berharga), yang salah satu dari keduanya lebih besar daripada yang lain:
Kitabullah (AI-Quran) dan keturunanku. Oleh karena itu, perhatikanlah
kalian dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. Sebab, sesungguhnya
keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di
Haudh..”
Al-Hakim juga meriwayatkan hadis ini dalam al-Mustadrak, halaman 148
dan 532, dan setelah menyebutkan hadis tersebut, ia berkata, “Hadis ini
sahih sesuai syarat (yang ditetapkan oleh) al-Bukhari dan Muslim.”
Adz-Dzahabi juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Talkhîsh
al-Mustadrak. AI-Qundfizi al-Hanafi meriwayatkan hadis tsaqalain ini
dalam Yandâi’ul Mawaddah.
Dan ia juga meriwayatkan, halaman 36, dari Imam ‘Ali ar-Ridha As
sesungguhnya ia berkata tentang al- ‘itrah (keturunan Rasulullah Saw.)
ini, “Dan mereka inilah yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw.,
‘Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan
yang sangat berharga), yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan keturunan
(itrah) Ahlulbaitku. Ketahuilah! Sesungguhnya keduanya (al-Quran dan
Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga keduanya berjumpa
denganku di Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah kalian dalam
memperlakukan keduanya sepeninggalku. Ayyuhannas, janganlah kalian
mengajari mereka karena sesungguhnya mereka itu lebih tahu daripada
kalian.”
Ibn Katsir meriwayatkan hadis tsaqalain ini dalam Tafsir-nya, jil.
3, halaman 486. Ibn Hajar meriwayatkan dalam Shawâ’iq-nya hadis
tsaqalain ini dengan jalur riwayat yang banyak, dan pada Bab Kesebelas
dalam kitab tersebut, ia berkata, “Ketahuilah! Sesungguhnya hadis yang
memerintahkan (kaum Muslim) berpegang teguh pada Kitabullah dan
Ahlulbait Nabi Saw itu mempunyai jalur riwayat yang banyak, ia
diriwayatkan oleh lebih dari dua puluh sahabat Nabi Saw. Dalarn suatu
riwayat, ia mengucapkan hadisnya tersebut pada waktu Haji Wada’ di
‘Arafah; dalam riwayat lain, ia sabdakan di Madinah, yaitu ketika ia
sakit parah dan di kamarnya yang ketika itu para sahabatnya berkumpul;
dalam riwayat lain, ia mengucapkannya di Ghadir Khum; dan pada riwayat
yang lain, beliau mengucapkannya ketika ia berkhutbah sepulangnya ia
dari Thaif.
Riwayat-riwayat tersebut sama sekali tidak bertentangan karena sangat
mungkin Nabi Saw mengulangi sabdanya tersebut kepada para sahabatnya di
beberapa tempat yang berbeda. Sebab, ia sangat memperhatikan hal yang
sangat penting tersebut, yaitu: al-Quran dan al- ‘itrah ath-thahirah
(keturunan Nabi Saw yang suci).”
Di
dalam Târikh al-Ya’qubi disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda,
“Ayyuuhannas, sesungguhnya aku akan mendahului kalian (menghadap
Tuhanku), sedangkan kalian akan mendatangiku di Haudh. Dan sesungguhnya
aku akan menanyakan kepada kalian tentang tsaqalain (dua peninggalan
yang sangat berharga). Oleh karena itu, perhatikanlah dalam
memperlakukan keduanya sepeninggalku:
Para sahabat bertanya, “Apakah itu tsaqalain wahai Rasulullah?”
Rasulullah Saw menjawab, ‘Tsaqal (peninggalan yang sangat berharga)
yang salah satunya adalah Kitabullah, ujung talinya yang satu berada di
tangan Allah, sedangkan ujung yang satunya lagi berada di tangan kalian.
Maka, berpegang teguhlah kalian dengannya, janganlah kalian sampai
tersesat dan jangan pula mengubahnya. Dan Keturunanku Ahlulbaitku.”
Masih banyak para imam hadis yang meriwayatkan hadis tsaqalain ini, di antara mereka adalah:
Ad-Darimi dalam Sunan-nya,jil. 2, halaman 432. An-Nasa’i dalam Khashâ ‘ish-nya, halaman 30.
AI-Kanji asy-Syafi’i dalam Kifâyatuth Thâlib, Bab Pertama, halaman 2.
Abu Dawud dan Ibnu Majah al-Quzwaini dalam kitab keduanya.
Abu Na’im aI-Ishfahani dalam Hilyah-nya, jil. I, halaman 355.
Ibnu al-Atsir dalam Asadul Ghâbah, jil. 2, halaman 12, dan jil. 3. halaman 147.
Ibn ‘Abdi Rabbih dalam AI-’lqdul Farid, jil. 2, halaman 158 dan 346.
Ibn AI-Jauzi dalam Tadzkiratul Khawâsh, bab kedua belas, halaman 332.
Al-Halibi asy-Syiifi’i dalam lnsânul ‘Uyûn, jil. 3, halaman 308.
Ats-Tsa’iabi dalam al-Kasyfu wal Bayân tentang tafsir ayat al- i’tishâm dan tafsir ayat ats-tsaqalân.
AI-Fakhrur Razi dalam Tafsir-nya, jil. 3, halaman 18, tentang tafsir ayat al-i’tishâm.
An-Naisaburi dalam Tafsir-nya, jil. I, halaman 349, tentang tafsir ayat al-i’tishâm.
Al-Khazin dalam Tafsir-nya, jil. I, halaman 257, tentang tafsir ayat
al-a’tishâm, dan dalam jil. 4, halaman 94, tafsir ayat al-mawaddah. Dan
tentang tafsir ayat, ar-rahman.
Ibn Katsir ad-Dimasyqi dalam Tafsir-nya, jil. 4, halaman 113, tentang
tafsir ayat al-mawaddah., dan jil. 3, halaman 485, tentang tafsir ayat
at-tathhir, dan juga dalam Târikh-nya, jil. 5, tentang hadis Ghadir
Khum.
Ibn Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balâghah, jil. 6, halaman 130, tentang makna al- ‘itrah.
Asy-Syablanji dalam Nurul Abshâr, halaman 99.
Ibn Shibagh al-Maliki dalam al-Fushulul Muhimmah, halaman 25.
Al-Hamuyini dalam Farâ’idus Simthain dengan sanadnya dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas.
Dan al-Baghawi asy-Syafi’i dalam Mashâbilush Sunnah, jil. 2, halaman 205-206.
Al-Imam Syarafuddin al-Musawi Ra berkata dalam kitabnya al-Murâja’ât
(Dialog Sunnah Syi’ah), halaman 22, “Hadis yang menunjukkan keharusan
berpegang teguh kepada tsaqalain (al-Quran dan Ahlulbait) adalah hadis
yang sahih, bahkan mutawatir, yang diriwayatkan oleh lebih dari dua
puluh sahabat. Rasulullah Saw telah menyampaikan hadis tersebut dalam
beberapa tempat dan kesempatan.
Nabi
Saw pernah menyampaikan hadis tsaqalain itu pada hari Ghadir Khum, ia
juga pernah menyampaikannya pada hari Arafah pada waktu Haji Wada’,
pernah ia sampaikan sepulang dari Thaif, pernah ia sampaikan di atas
mimbarnya di Madinah, dan pernah juga ia sampaikan di kamarnya yang
diberkati, yang ketika itu ia sedang sakit dan kamarnya waktu itu
dipenuhi oleh para sahabat. Ia bersabda, “Ayyuhannas sudah dekat saatnya
nyawaku akan dicabut dengan cabutan yang cepat, lalu aku pun akan
meningalkan kalian. Sungguh, aku telah memberikan nasihat kepadamu.
Maafkanlah aku. Ketahuilah! Sesungguhnya aku telah tinggalkan kepadamu
Kitabullah dan Itrah Ahlulbaitku.”
Kemudian ia meraih tangan ‘Ali dan mengangkatnya, ia bersabda, “Ali
bersama al-Qur’an dan al-Qur’an bersama ‘Ali, keduanya tidak akan
berpisah sehingga berjumpa denganku di Haudh.”
Hadis ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani, an-Nabhani dalam Arba’inal Arbâi’in, dan as-Suyuthi dalam Ihyâ’ul Mayyit.
Dan engkau tahu bahwa khutbah Rasulullah Saw, itu tidaklah terbatas
pada kalimat itu saja. Sebab, tidaklah mungkin dikatakan kepada orang
yang hanya mengucapkan kalimat pendek seperti itu bahwa ia berkhutbah
kepada kami. Akan tetapi, politik sungguh telah mengunci lisan para
perawi hadis dan menahan pena para penulis. Kendati demikian, setetes
air dari lautan tersebut telah memadai dan mencukupi, dan segala puji
bagi Allah Tuhan semesta alam.
Ihwal hadis tsaqalain, al-Allamah al-Hujjah al-Kabir as-Sayid Hasyim
al-Bahrani menyebutkan dalam bukunya Ghayatul Maram, hal. 211, tiga
puluh sembilan jalur riwayat dari Ahlus Sunnah, sebagaimana ia
menyebutkannya dalam buku yang sama, hal. 217, delapan puluh dua jalur
riwayat dari Syi’ah dari Ahlulbait.
Hadis tsaqalain ini juga disebutkan oleh as-Sayid al-Ajal al-Mubajjal
(yang diagungkan) al-Imam al-Akbar pemuka mazhab Ahlulbait Ayatullah
al-Uzmah as-Sayid Mir Hamid Husain an-Naisaburi, kemudian al-Hindi,
dalam ‘Aqabât-nya.
Masih banyak lagi yang meriwayatkan hadis tsaqalain ini, bahkan
jumlah mereka mencapai sekitar dua ratus ulama dari berbagai mazhab, dan
lebih dari tiga puluh sahabat Nabi Saw, yang seluruhnya meriwayatkan
hadis tersebut dari Nabi Saw.
Aku katakana, siapa saja yang berpikiran jernih dan objektif, niscaya
ia akan mengakui kesahihan hadis tsaqalain tersebut, yang menunjukkan
bukti yang nyata dan jelas atas kekhalifaan Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi
Thalib As dan anak keturunannya, sebelas Imam Maksum. Sebab, Nabi Saw,
telah menyandingkan mereka (Ahlulbait) dengan al-Qur’an. Al-Qur’an
adalah rujukan utama bagi umat Islam, tidak ada yang meragukan hal itu,
dari mulai awal dakwah sampai akhir dunia, demikian juga ‘Ali dan anak
keturunannya yang diberkati, sebelas Imam Ahlulbait As.
Rasulullah Saw juga telah menjadikan berpegang teguh kepada keduanya,
al-Qur’an dan Ahlulbait, sebagai syarat terbebas dari kesesatan,
sedangkan barangsiapa yang berpaling dari keduanya, niscaya akan celaka
dan binasa. Oleh karena itu, ia menyandingkan Ahlulbait dengan al-Qur’an
dan memerintahkan umatnya untuk berpegang teguh kepada keduanya secara
bersamaan. Dengan demikian, tidak diperbolehkan bagi kaum Muslimin untuk
hanya mengikuti salah satu dari keduanya dan meninggalkan yang lainnya.
Oleh karena itu, setiap Muslim dan Muslimah wajib berpegang teguh
kepada tsaqalain, al-Qur’an dan Ahlulbait, secara bersamaan; bukan hanya
mengikuti al-Qur’an lalu meninggalkan Ahlulbait, atau sebaliknya.
Al-Qur’an dan Ahlulbait merupakan satu tali ikatan yang kuat, yang tidak
mungkin diputuskan di antara keduanya, satu sama lainnya saling
bergandengan erat. Akan tetapi Ahlulbait adalah lisan yang berbicara,
sedangkan al-Qur’an diam, tidak berbicara.
Kita tidak akan mampu berpegang teguh kepada al-Qur’an, tanpa melalui
jalan Ahlulbait. Lantaran, pengetahuan tentang al-Qur’an, seperti
menyingkap rahasia-rahasianya, membedakan antara yang muhkam dan
mutasyabihat, dan nasikh dan mansukhnya tidak akan benar, kecuali dengan
keterangan dan penjelasan mereka. Oleh karena itu, mengikuti keduanya
secara bersamaan adalah jalan keselamatan, tidak ada keraguan tentang
hal itu.
Adapun orang yang berpaling dari keduanya, atau salah satu darinya,
ia akan binasa dan merugi, ia tidak akan mendapatkan keselamatan.
Lantaran, Rasulullah Saw sendiri yang memerintahkan umatnya untuk
berpegang teguh kepada keduanya secara bersama-sama, sedangkan ia
tidaklah pernah memerintahkan atau melarang sesuatu yang sia-sia. Ia
tidaklah mengucapkan sesuatu mengikuti hawa nafsunya, ucapannya itu
tidak lainya hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. Oleh karena itu,
merupakan keharusan dan kewajiban berpegang teguh kepada al-Qur’an dan
Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan, demi mendapatkan keselamatan
dan keberuntungan yang besar serta kenikmatan yang abadi.
Imam Syarafuddin al-Musawi berkata dalam al-Murâja’ât (Dialog
Sunni-Syiah), hal. 23 (dalam edisi Arabnya), “Sesungguhnya pemahaman
(yang benar) dari sabda Nabi Saw, “Sesungguhnya aku tinggalkan kepada
kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya
kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Itrahti (keturunanku),”
adalah siapa saja yang tidak berpegang teguh kepada keduanya secara
bersamaan, niscaya ia akan tersesat.
Hal ini dikuatkan dalam sabda Nabi Saw, ihwal hadis tsaqalain yang
diriwayatkan oleh ath-Thabarani, ia bersabda, “Janganlah kalian
mendahului keduanya sehingga kalian akan binasa, janganlah kalian
tertinggal dari keduanya sehingga kalian akan binasa, dan janganlah
kalian mengajari mereka karena sesungguhnya mereka itu lebih tahu
daripada kalian.”
Ibnu Hajar berkata, “Sabda Rasulullah Saw, Janganlah kalian
mendahului keduanya sehingga kalian akan binasa, janganlah kalian
tertinggal dari keduanya sehingga kalian akan binasa, dan janganlah
kalian mengajari mereka karena sesungguhnya mereka itu lebih tahu
daripada kalian,” menunjukkan bahwa mereka (Ahlulbait) harus didahulukan
dalam kedudukan-kedudukan yang tinggi dan tugas-tugas keagamaan…”[7]
Aku katakan, “Sesungguhnya Rasulullah Saw menamakan keduanya
(al-Qur’an dan Ahlulbait) “tsaqalain” lantaran keduanya sangat penting
dan sangat berharga. Dalam bahasa Arab, sesuatu yang sangat serius dan
agung serta sangat berharga nilainya biasanya disebut sebagai “tsaqal.”
Sebab berpegang teguh kepada keduanya bukanlah perkara yang mudah dan
sederhana. Beramal dengan apa yang telah diwajibkan Allah Swt berkenaan
dengan hak-hak keduanya sangatlah berat, di antaranya Ibnu Hajar dalam
ash-Shawâ’iq, bab “wasiat Nabi Saw” dan juga as-Suyuthi.
Oleh karena itu, hal itu menunjukkan bahwa khilafah dan imamah
terbatas pada mereka saja. Semoga Allah Swt merahmati orang yang
melantunkan syair ini:
Mereka (Ahlulbait) sejajar dengan Kitabullah
Hanya saja, Kitabullah itu diam sedangkan mereka itu kitab yang berbicara
Hadis tsaqalain ini juga dapat dijadikan dalil kemaksuman Ahlulbait,
sebagaimana al-Qur’an merupakan kitab yang maksum, tidak ada keraguan
tentang kemaksumannya. Sebab, Nabi Saw telah memerintahkan umatnya untuk
merujuk kepada mereka sepeninggalnya, yang hal ini tidak terwujud
kecuali terhadap orang-orang yang telah dipelihara Allah Swt dari
kesalahan dan dosa.
Kemaksumam mereka (Ahlulbait) juga merupakan petunjuk jelas bahwa
khilafah dan imamah hanya berlaku bagi mereka karena ia merupakan syarat
dalam khilafah dan imamah. Sedangkan orang-orang selain mereka tidaklah
maksum dari kesalahan dan dosa, sebagaimana disepakati oleh kaum
Muslimin.
Hadis, Sanad dan Perawi Hadis Tsaqalain
Berikut ini, dengan kesempatan dan ruang yang terbatas, kami hadirkan
teks arab, sanad dan perawi hadis ini. Hadis ini juga dapat Anda search
di Google, dengan kata kunci, hadis tqasalain. Semoga bermanfaat!
[1] . Lihat, al-Imam al-Hujjah asy-Syaikh, Muhammad al-Husain al-Muzhaffar Rah, ats-Tsaqalain.
[2] . Lihat, Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil. 3, hal. 17.
[3] . Lihat, Muslim, Shahîh Muslim, jil. 2, hal. 238.
[4] . Lihat, Al-Muttaqi al-Hindi, Kanzul ‘Ummal, jil. 7, hal. 112.
[5] . Lihat, At-Tirmidzi, Shahîh at-Tirmidzi, jil. 2, hal. 308.
[6] . Lihat, AI-Hakim, al-Mustadrak, jil. 3, hal. 109.
[7] .
Kemudian Imam Syarafuddin al-Musawi Rah mengatakan dalam komentarnya
atas pernyataan Ibnu Hajar tersebut, “Lihatlah dalam bab wasiat Nabi
Saw, hal. 153 dalam kitabnya ash-Shawâiq, “Kemudian tanyalah kepadanya
mengapa ia lebih mendahulukan al-Asy’ari daripada mereka (para Imam
Ahlulbait) dalam ushuluddin dan imam fiqih yang empat (Abu Hanifah,
Malik, Ahmad bin Hanbal dan asy-Syafi’i) daripada mereka?
Dan mengapa ia juga lebih mengedepankan ‘Imran ibnu Haththan dan semisalnya dari golongan Khawarij daripada mereka, lebih mendahulukan Muqatil bin Sulaiman seorang penganut paham Murji’ah dalam ilmu tafsir daripada mereka, dan lebih mendahulukan Ma’ruf dan semisalnya dalam ilmu akhlak dan perilaku serta obat-obat dan penyembuhan jiwa mereka? Kemudian bagaimana mungkin ia mengakhirkan kekhilafahan umum dari Nabi Saw, saudara dan walinya, yang tidak ada seorang pun yang dapat menyampaikan sesuatu dari Nabi Saw selain melaluinya, yaitu Ali bin Abi Thalib As, kemudian ia mengutamakan urusan khilafah kepada anak-anak cecak (Marwan bin Hakam) daripada anak-anak Rasulullah Saw?” Oleh karena itu, barangsiapa yang berpaling dari Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan itu dari semua yang telah kami sebutkan itu, yaitu dari kedudukan-kedudukan yang tinggi dan tugas-tugas keagamaan, lalu ia mengikuti para penentang Ahlulbait Nabi Saw tersebut, bagaimana mungkin ia dapat dikatakan sebagai orang yang berpegang teguh kepada Ahlulbait Nabi Saw, menaiki bahteranya, dan masuk dalam pintu pengampunannya.”
Ghadir Khum
Pada hari Kamis, 18 Dzulhijah, Nabi saw tiba di dekat ladang
Juhfah. Pada saat itu, malaikat Jibril as menyampaikan wahyu dari Tuhan
yang harus beliau sampaikan. Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat
dengan mengatakan bahwa beliau akan mengumumkan suatu pesan yang sangat
penting.
Ratusan jamaah Haji berkumpul pada pelaksanaan acara pidato
Rasulullah saw. Telinga mereka dipasang baik-baik untuk mendengarkan
pesan yang akan disampaikan beliau, “Segala puji dan puja bagi Allah
Yang Maha Kuasa. Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan dan keimanan,
Dialah tempat tumpuan hajat manusia. Aku (Muhammad saw) bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad saw adalah hamba dan
utusan-Nya.
“Wahai kaum muslimin! Aku segera meninggalkan kalian semua
dan kutinggalkan dua wasiat yang berharga kepada kalian, yaitu Al-Qur’an
dan Ahlulbaitku. Keduanya tidak akan terpisah satu sama lain sampai
kalian menjumpaiku di telaga Kautsar (pada Hari Pengadilan). Oleh karena
itu, jagalah mereka dan jangan kalian tinggalkan. Jika kalian
tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan binasa.”
Kemudian beliau meraih tangan Ali bin Abi Thalib dan
mengangkatnya seraya bersabda, “Barang siapa yang menjadikan aku sebagai
pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin kalian sepeninggalku. Ya Allah!
cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan musuhilah orang-orang yang
memusuhi Ali. Tolonglah orang-orang yang menolong Ali dan binasakanlah
orang-orang yang membinasakan Ali.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar