Menjelang
Zuhur, suasana masjid Madinah dipenuhi dengan maknawiyah dan spiritual.
Orang-orang sedang sibuk beribadah di dalam masjid. Sebagian ada yang
membaca al-Quran dan sebagian lain ada yang berdoa. Sebagian dalam
keadaan berdiri dan sebagian lain dalam keadaan sujud mengagungkan
kebesaran ilahi. Alunan doa dan munajat kepada Allah menarik perhatian
setiap orang yang baru masuk.
Pada hari itu Rasulullah Saw juga berada di dalam masjid untuk
mengerjakan shalat. Sejumlah orang duduk mengitari beliau dan beliau
juga sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. tiba-tiba datang
seorang lelaki di depan pintu masjid. Kelihatannya tidak ada seorangpun
yang mengenalinya, namun ia kelihatan lelah dan sedih. Ketika mengetahui
orang-orang ada di dalam masjid, ia masuk ke dalam dan melihat ke sana
ke mari.
Kemudian dengan suara lantang dan gemetar menjelaskan keadaan dirinya
dengan harapan semuanya mendengarkan dan meminta bantuan kepada
orang-orang yang hadir dalam masjid. Suaranya menunjukkan kesedihan dan
kesusahan yang melanda dirinya. Raut wajahnya menunjukkan
keterpaksaannya untuk meminta bantuan karena kemiskinan yang melilitnya.
Sang lelaki itu kemudian diam berdiri di sudut masjid menunggu reaksi
para hadirin. Namun tidak seorangpun menunjukkan reaksinya. Kembali ia
berkata, “Berikan sesuatu untukku demi keridhaan Allah!”
Namun seakan-akan tidak ada seorang yang datang untuk menolong orang itu.
Dua orang sedang bercakap-cakap dan mengatakan, “Aduhai, seandainya saja kita bisa membantunya!”
Yang satunya lagi menjawab, “Benar. Tapi kamu sendiri tahu bahwa kami juga hidup dalam kesengsaraan.”
Dari jauh Rasulullah Saw memperhatikan, siapakah yang akan bergerak terlebih dahulu untuk membantu sang fakir ini.
Setelah beberapa saat, lelaki ini menengadah ke langit seraya
berkata, “Ya Allah! Jadilah Engkau sebagai saksi! Aku datang ke masjid
nabi-Mu dan meminta bantuan kepada kaum Muslimin, namun tidak seorangpun
menyelesaikan masalahku!”
Pada saat itu Imam Ali as yang sedang mengerjakan shalat dan dalam
keadaan ruku membaca tasbih menjulurkan tangannya yang bercincin ke
arah lelaki tersebut.
Dengan takjub orang-orang memperhatikan.
Seseorang berkata, “Apa maksud Ali dengan sikap ini?”
Yang lain berkata, “Tidakkah kau melihat dia mengisyaratkan cincinnya kepada lelaki itu?”
Lelaki miskin yang awalnya tidak percaya, datang mendekati Imam Ali
as dan mengambil cincin tersebut dari tangan Imam dan tersenyum sambil
menggenggam cincin di tangannya. Ia pergi dari tengah-tengah para
hadirin dan keluar dari masjid. Melihat kejadian ini, Rasulullah Saw
merasa gembira dan senang. Beliau mengahadap Allah seraya berkata, “Ya
Allah! Saudaraku Musa telah meminta kepada-Mu agar memberikan kelapangan
dada kepadanya, memudahkan segala urusannya, memberikan kefasihan
berbicara kepadanya agar masyarakat memahami ucapannya dan menetapkan
saudaranya Harun sebagai pendukung dan penolongnya dalam urusan
risalahnya. Ya Allah! Engkau telah mengabulkan permintaan-permintaannya.
Sekarang saya, Muhammad nabi dan utusan-Mu, berikan kepadaku kelapangan
dada, mudahkan semua urusanku dan tetapkan dari keluargaku; Ali sebagai
pengganti dan penolongku sehingga dengannya aku memiliki pendukung
yang kuat dan kokoh!”
Abu Dzar satu di antara hadirin yang ada di dalam masjid. Ia menukil
peristiwa ini dan mengabarkannya kepada semua masyarakat seraya berkata,
“Ketika doa Rasulullah Saw belum selesai, para hadirin melihat wajah
beliau berubah. Beliau sedang menerima wahyu dari Allah dan malaikat
Jibril membacakan ayat berikut ini:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّـهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ
آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ
رَاكِعُونَ
Sesungguhnya wali dan pemimpin kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat
dalam keadaan ruku.” (QS. Maidah: 55)
Peristiwa ini dinukil oleh lebih dari tiga puluh ulama Ahli Sunnah
dan seluruh ulama Syiah di dalam tafsirnya dan ayat ini mereka sebut
sebagai ayat wilayah.
110 Keutamaan Imam Ali as: Cinta Ali!
Cinta Ali
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barangsiapa yang mencintai Ali as, maka
di Hari Kiamat wajahnya bercahaya seperti bulan purnama.” (Atsar
as-Shadiqin, jilid 1, hal 202-225, diringkas dari beberapa riwayat)
Ali dan Baitul Mal
Ketika Imam Ali as membagi Baitul Mal sampai habis, di tempat itu
juga beliau berdiri dan melaksanakan shalat dua rakaat lalu berkata,
“Bersaksilah di Hari Kiamat bahwa sesungguhnya aku telah membuatmu penuh
dan benar-benar telah membuatmu kosong.” (Tafsir Nemouneh, jilid 27,
hal 226)
Murtadha
Ibnu Abbas mengatakan, “Ali as dalam seluruh pekerjaannya dilakukan
dengan niat mencari keridhaan Allah. Itulah mengapa beliau dipanggil
“Murtadha”. (Sire-ye Alavi, hal 80)
Hari Raya Terbaik
Imam Ali as berkata, “Hari Raya Ghadir Khum lebih utama dari Idul
Fitri, Idul Adha, hari Jumat dan hari Arafah. Hari Raya Ghadir Khum
memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.” (Asrar Ghadir, hal 209)
Hari Ibadah dan Perbuatan Baik
Imam Shadiq as berkata, “Sudah selayaknya bagi kalian (pecinta Ahli
Bait di hari Idul Ghadir) untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan
melakukan perbuatan baik, berpuasa, mengerjakan shalat, bersilaturahmi,
mengunjungi saudara seagamamu. Sesungguhnya ketika Nabi Muhammad Saw
memperkenalkan penggantinya kepada masyarakat, beliau mengerjakan
perbuatan-perbuatan baik yang telah disebutkan dan menasihati orang lain
agar melakukannya.” (Mishbah al-Mutahajjid, hal 736)
Bila Tidak Khawatir
Muwaffaq bin Ahmad Kharazmi meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib as
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw di hari penaklukan Khaibar mengatakan,
“Wahai Ali! Bila saya tidak khawatir ada yang mengatakan bahwa ada
sekelompok orang dari umatku yang meyakinimu seperti apa yang dilakukan
oleh pengikut Kristen terhadap Isa bin Maryam, maka aku akan berbicara
tentang seluruh keutamaanmu. Dengan itu, bila engkau melewati sekelompok
dari Muslimin, maka pasti mereka akan mengambil berkah dari tanah yang
diinjak oleh sepatumu dan meminta air bekas wudhumu untuk meminta
kesembuhan.
Bila tidak khawatir melubangi mutiara
Akan kusampaikan semua yang ada di hati
Tapi bagaimana dengan kaum yang buta dan tuli
Yang kumampu hanya mengatakan sifat bulan (al-Fushul al-‘Aliyah, hal 46)
Ali dalam Karya Tulis
Hingga kini hampir 5000 judul buku dan ada sekitar 4956 buku yang
secara serius mengulas tentang pribadi dan keutamaan Ali bin Abi Thalib
as dalam pelbagai bahasa, khususnya bahasa Arab dan Persia. (Fadhail
Imam Ali as, hal 20)
Amirul Mukminin
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Setiap ayat dalam al-Quran yang menyebutkan “Ya Ayyuhalladzina Amanu“,
maka Ali as berada pada puncak orang-orang Mukmin dan pemimpin mereka
(Amirul Mukminin) dan sebelum mengarah kepada orang-orang Mukmin, maka
ayat itu terlebih dahulu ditujukan kepada Ali as.” (Athyab al-Bayan,
jilid 2, hal 249)
Merasakan Kesulitan Masyarakat
Imam Ali as berkata, “Apakah aku merasa cukup dengan masyarakat
menyebutku Amirul Mukminin dan tidak merasakan kesulitan yang dihadapi
mereka? Ataukah aku menjadi teladan bagi mereka dalam kesulitan yang
dihadapi mereka dalam kehidupannya? Allah Swt tidak menciptakan aku
hanya untuk mencicipi makanan yang enak.” (Nahjul Balaghah, surat 45)
Balasan Menulis Buku Al-Ghadir
Anak Allamah Amini mengatakan, “Pada tahun 50-an, mereka ingin
mengusir saya dari Irak. Saya kemudian menemui Ayatullah Sayid Muhammat
Taqi, cucu Allamah Bahr al-Ulum untuk mengucapkan selamat tinggal.
Beliau berkata, “Apa yang membuatmu datang ke sini?”
Saya menjawab, “Saya ingin pergi dari Irak, tapi ketika Anda melihatku, saya melihat air mata Anda menetes!”
Beliau berkata, “Setelah ayahmu wafat, saya senantiasa berpikir bahwa
Allamah Amini telah mewakafkan dirinya untuk Imam Ali as. Apa yang akan
dilakukan oleh Imam Ali as kepadanya di alam sana?”
Pikiran ini cukup lama menggangguku, sehingga di suatu malam saya
tertidur dan bermimpi. Saya melihat seakan-akan kiamat terjadi dan kita
berada di padang Mahsyar, gurun pasir yang penuh dengan manusia.
Semuanya sedang memperhatikan sebuah bangunan. Waktu itu saya bertanya,
“Ada apa di sana?”
Mereka menjawab, “Di sana tempat telaga al-Kautsar.”
Saya beranjak ke depan dan melihat sebuah telaga. Angin yang
berhembus membuat air kolam beriak. Imam Ali as sedang berdiri di dekat
telaga itu dan memenuhi gelas kristal dengan air dan memberikannya
kepada orang-orang yang dikenalnya. Pada waktu itu terdengar suara riuh
rendah. Saya kemudian bertanya, “Apa yang terjadi?”
Mereka menjawab, “Amini datang!”
Aku berkata dalam hati, “Aku harus tetap berdiri di sini untuk melihat bagaimana Imam Ali as memperlakukan Allamah Amini.”
Jarak antara Allamah Amini dengan telaga al-Kautsar tinggal sepuluh
atau dua belas langkah lagi. Saya melihat Imam Ali as meletakkan gelas
kristalnya dan mengambil air dengan kedua kepalan tangannya. Ketika
Allamah Amini sampai di hadapan beliau, Imam Ali as memercikkan air ke
arah Allamah dan berkata, “Semoga Allah membuat wajahmu bercahaya,
karena telah membuat wajah kami bercahaya.”
Setelah itu saya terbangun dan mengeri bahwa Imam Ali as telah
memberikan balasan atas penulisan buku al-Ghadir yang dilakukan oleh
Allamah Amini. (Qatreh-i az Darya, jilid 1, hal 17-18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar