Minggu, 24 Februari 2013

Ayat Wilayah, Ketika Imam Ali as Bersedekah Cincinnya Sambil Ruku


Menjelang Zuhur, suasana masjid Madinah dipenuhi dengan maknawiyah dan spiritual. Orang-orang sedang sibuk beribadah di dalam masjid. Sebagian ada yang membaca al-Quran dan sebagian lain ada yang berdoa. Sebagian dalam keadaan berdiri dan sebagian lain dalam keadaan sujud mengagungkan kebesaran ilahi. Alunan doa dan munajat kepada Allah menarik perhatian setiap orang yang baru masuk.
Pada hari itu Rasulullah Saw juga berada di dalam masjid untuk mengerjakan shalat.  Sejumlah orang duduk mengitari beliau dan beliau juga sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. tiba-tiba datang seorang lelaki di depan pintu masjid. Kelihatannya tidak ada seorangpun yang mengenalinya, namun ia kelihatan lelah dan sedih. Ketika mengetahui orang-orang ada di dalam masjid, ia masuk ke dalam dan melihat ke sana ke mari.
Kemudian dengan suara lantang dan gemetar menjelaskan keadaan dirinya dengan harapan semuanya mendengarkan dan meminta bantuan kepada orang-orang yang hadir dalam masjid. Suaranya menunjukkan kesedihan dan kesusahan yang melanda dirinya. Raut wajahnya menunjukkan keterpaksaannya untuk meminta bantuan karena kemiskinan yang melilitnya.
Sang lelaki itu kemudian diam berdiri di sudut masjid menunggu reaksi para hadirin. Namun tidak seorangpun menunjukkan reaksinya. Kembali ia berkata, “Berikan sesuatu untukku demi keridhaan Allah!”
Namun seakan-akan tidak ada seorang yang datang untuk menolong orang itu.
Dua orang sedang bercakap-cakap dan mengatakan, “Aduhai, seandainya saja kita bisa membantunya!”
Yang satunya lagi menjawab, “Benar. Tapi kamu sendiri tahu bahwa kami juga hidup dalam kesengsaraan.”
Dari jauh Rasulullah Saw memperhatikan, siapakah yang akan bergerak terlebih dahulu untuk membantu sang fakir ini.
Setelah beberapa saat, lelaki ini menengadah ke langit seraya berkata, “Ya Allah! Jadilah Engkau sebagai saksi! Aku datang ke masjid nabi-Mu dan meminta bantuan kepada kaum Muslimin, namun tidak seorangpun menyelesaikan masalahku!”
Pada saat itu Imam Ali as yang sedang mengerjakan shalat dan dalam keadaan ruku membaca tasbih  menjulurkan tangannya yang bercincin ke arah lelaki tersebut.
Dengan takjub orang-orang memperhatikan.
Seseorang berkata, “Apa maksud Ali dengan sikap ini?”
Yang lain berkata, “Tidakkah kau melihat dia mengisyaratkan cincinnya kepada lelaki itu?”
Lelaki miskin yang awalnya tidak percaya, datang mendekati Imam Ali as dan mengambil cincin tersebut dari tangan Imam dan tersenyum sambil menggenggam cincin di tangannya. Ia pergi dari tengah-tengah para hadirin dan keluar dari masjid. Melihat kejadian ini, Rasulullah Saw merasa gembira dan senang. Beliau mengahadap Allah seraya berkata, “Ya Allah! Saudaraku Musa telah meminta kepada-Mu agar memberikan kelapangan dada kepadanya, memudahkan segala urusannya, memberikan kefasihan berbicara kepadanya agar masyarakat memahami ucapannya dan menetapkan saudaranya Harun sebagai pendukung dan penolongnya dalam urusan risalahnya. Ya Allah! Engkau telah mengabulkan permintaan-permintaannya. Sekarang saya, Muhammad nabi dan utusan-Mu, berikan kepadaku kelapangan dada, mudahkan semua urusanku dan tetapkan dari keluargaku; Ali sebagai pengganti  dan penolongku sehingga dengannya aku memiliki pendukung yang kuat dan kokoh!”
Abu Dzar satu di antara hadirin yang ada di dalam masjid. Ia menukil peristiwa ini dan mengabarkannya kepada semua masyarakat seraya berkata, “Ketika doa Rasulullah Saw belum selesai, para hadirin melihat wajah beliau berubah. Beliau sedang menerima wahyu dari Allah dan malaikat Jibril membacakan ayat berikut ini:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّـهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
Sesungguhnya wali dan pemimpin kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat dalam keadaan ruku.” (QS. Maidah: 55)
Peristiwa ini dinukil oleh lebih dari tiga puluh ulama Ahli Sunnah dan seluruh ulama Syiah di dalam tafsirnya dan ayat ini mereka sebut sebagai ayat wilayah.

110 Keutamaan Imam Ali as: Cinta Ali!

Cinta Ali
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barangsiapa yang mencintai Ali as, maka di Hari Kiamat wajahnya bercahaya seperti bulan purnama.” (Atsar as-Shadiqin, jilid 1, hal 202-225, diringkas dari beberapa riwayat)
Ali dan Baitul Mal
Ketika Imam Ali as membagi Baitul Mal sampai habis, di tempat itu juga beliau berdiri dan melaksanakan shalat dua rakaat lalu berkata, “Bersaksilah di Hari Kiamat bahwa sesungguhnya aku telah membuatmu penuh dan benar-benar telah membuatmu kosong.” (Tafsir Nemouneh, jilid 27, hal 226)
Murtadha
Ibnu Abbas mengatakan, “Ali as dalam seluruh pekerjaannya dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah. Itulah mengapa beliau dipanggil “Murtadha”. (Sire-ye Alavi, hal 80)
Hari Raya Terbaik
Imam Ali as berkata, “Hari Raya Ghadir Khum lebih utama dari Idul Fitri, Idul Adha, hari Jumat dan hari Arafah. Hari Raya Ghadir Khum memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.” (Asrar Ghadir, hal 209)
Hari Ibadah dan Perbuatan Baik
Imam Shadiq as berkata, “Sudah selayaknya bagi kalian (pecinta Ahli Bait di hari Idul Ghadir) untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan melakukan perbuatan baik, berpuasa, mengerjakan shalat, bersilaturahmi, mengunjungi saudara seagamamu. Sesungguhnya ketika Nabi Muhammad Saw memperkenalkan penggantinya kepada masyarakat, beliau mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang telah disebutkan dan menasihati orang lain agar melakukannya.” (Mishbah al-Mutahajjid, hal 736)
Bila Tidak Khawatir
Muwaffaq bin Ahmad Kharazmi meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw di hari penaklukan Khaibar mengatakan, “Wahai Ali! Bila saya tidak khawatir ada yang mengatakan bahwa ada sekelompok orang dari umatku yang meyakinimu seperti apa yang dilakukan oleh pengikut Kristen terhadap Isa bin Maryam, maka aku akan berbicara tentang seluruh keutamaanmu. Dengan itu, bila engkau melewati sekelompok dari Muslimin, maka pasti mereka akan mengambil berkah dari tanah yang diinjak oleh sepatumu dan meminta air bekas wudhumu untuk meminta kesembuhan.
Bila tidak khawatir melubangi mutiara
Akan kusampaikan semua yang ada di hati
Tapi bagaimana dengan kaum yang buta dan tuli
Yang kumampu hanya mengatakan sifat bulan (al-Fushul al-‘Aliyah, hal 46)
Ali dalam Karya Tulis
Hingga kini hampir 5000 judul buku dan ada sekitar 4956 buku yang secara serius mengulas tentang pribadi dan keutamaan Ali bin Abi Thalib as dalam pelbagai bahasa, khususnya bahasa Arab dan Persia. (Fadhail Imam Ali as, hal 20)
Amirul Mukminin
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Setiap ayat dalam al-Quran yang menyebutkan “Ya Ayyuhalladzina Amanu“, maka Ali as berada pada puncak orang-orang Mukmin dan pemimpin mereka (Amirul Mukminin) dan sebelum mengarah kepada orang-orang Mukmin, maka ayat itu terlebih dahulu ditujukan kepada Ali as.” (Athyab al-Bayan, jilid 2, hal 249)
Merasakan Kesulitan Masyarakat
Imam Ali as berkata, “Apakah aku merasa cukup dengan masyarakat menyebutku Amirul Mukminin dan tidak merasakan kesulitan yang dihadapi mereka? Ataukah aku menjadi teladan bagi mereka dalam kesulitan yang dihadapi mereka dalam kehidupannya? Allah Swt tidak menciptakan aku hanya untuk mencicipi makanan yang enak.” (Nahjul Balaghah, surat 45)
Balasan Menulis Buku Al-Ghadir
Anak Allamah Amini mengatakan, “Pada tahun 50-an, mereka ingin mengusir saya dari Irak. Saya kemudian menemui Ayatullah Sayid Muhammat Taqi, cucu Allamah Bahr al-Ulum untuk mengucapkan selamat tinggal. Beliau berkata, “Apa yang membuatmu datang ke sini?”
Saya menjawab, “Saya ingin pergi dari Irak, tapi ketika Anda melihatku, saya melihat air mata Anda menetes!”
Beliau berkata, “Setelah ayahmu wafat, saya senantiasa berpikir bahwa Allamah Amini telah mewakafkan dirinya untuk Imam Ali as. Apa yang akan dilakukan oleh Imam Ali as kepadanya di alam sana?”
Pikiran ini cukup lama menggangguku, sehingga di suatu malam saya tertidur dan bermimpi. Saya melihat seakan-akan kiamat terjadi dan kita berada di padang Mahsyar, gurun pasir yang penuh dengan manusia. Semuanya sedang memperhatikan sebuah bangunan. Waktu itu saya bertanya, “Ada apa di sana?”
Mereka menjawab, “Di sana tempat telaga al-Kautsar.”
Saya beranjak ke depan dan melihat sebuah telaga. Angin yang berhembus membuat air kolam beriak. Imam Ali as sedang berdiri di dekat telaga itu dan memenuhi gelas kristal dengan air dan memberikannya kepada orang-orang yang dikenalnya. Pada waktu itu terdengar suara riuh rendah. Saya kemudian bertanya, “Apa yang terjadi?”
Mereka menjawab, “Amini datang!”
Aku berkata dalam hati, “Aku harus tetap berdiri di sini untuk melihat bagaimana Imam Ali as memperlakukan Allamah Amini.”
Jarak antara Allamah Amini dengan telaga al-Kautsar tinggal sepuluh atau dua belas langkah lagi. Saya melihat Imam Ali as meletakkan gelas kristalnya dan mengambil air dengan kedua kepalan tangannya. Ketika Allamah Amini sampai di hadapan beliau, Imam Ali as memercikkan air ke arah Allamah dan berkata, “Semoga Allah membuat wajahmu bercahaya, karena telah membuat wajah kami bercahaya.”
Setelah itu saya terbangun dan mengeri bahwa Imam Ali as telah memberikan balasan atas penulisan buku al-Ghadir yang dilakukan oleh Allamah Amini. (Qatreh-i az Darya, jilid 1, hal 17-18)

Tidak ada komentar: